Oleh: Eka Praja
Wabah adalah parasit paling tidak masuk akal. Mikroskopis, berkoloni, resisten terhadap imun dan antibiotik. Tidak kelihatan, namun seperti memang diutus Tuhan dengan tombak azab, ia membunuh setengah dari penduduk pulau dalam kurun waktu kurang dari satu tahun.Â
Mutasinya lebih gila dari influenza. Materi genetik nan angkuh seolah memberi pengumuman. Bahwa predikat manusia sebagai top predator telah ia geser tanpa perlu upaya berlebihan.Â
Edentria negeri dengan bakat sihir murni dari perut bumi. Tapi wabah yang bekerja sama dengan iblis dan sihir hitam sulit ditangani. Walau semua mantra dari buku usang sudah dilafal oleh para Maha Ahli.Â
Tidak terprediksi, tidak terdeksi, tertidur dan mengkristal di pertigaan epiglotis. Ia akan membelah. Dari satu jadi seribu dalam dua hari. Jadi satu juta dalam lima hari. Jadi satu miliyar dalam satu minggu. Aktifasinya cuma akan terjadi dengan satu sebab: Getaran pita suara. Fakta yang melahirkan sebuah fatwa:Â
Penderita tidak boleh bersuara.Â
Sebuah kereta kuda dengan pengamanan isolasi maha ketat terparkir di depan gerbang Akademi. Masing-masing membawa koper, seorang siswa dan seorang siswi menyeret langkah berat siap pergi.Â
Mereka akan tinggal di rumah isolasi di Giganta. Tidak boleh kemana-mana. Bahan makanan diantar dua hari sekali. Cuma disuruh hidup tenang agar tidak menularkan, bersabar dan...
jangan bicara.
Kedua siswa mengangguk nan patuh. Mengais tapal di depan orang banyak seperti terpidana kasus bunuh-membunuh. Bagaimanapun, menjadi penderita wabah langka nan anyar selalu menjadi pusat perhatian semua sampai riuh.Â