Mohon tunggu...
FAIZAL IMAM ARIFIN
FAIZAL IMAM ARIFIN Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Malang

Hobi Traveling, Kuliner dan Membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Walau Hampir Dilupakan, Para Petani Tua di Kelurahan Ketami Masih Melakukan

6 Maret 2023   21:33 Diperbarui: 15 Maret 2023   19:27 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walau Hampir Dilupakan, Para Petani Tua di Kelurahan Ketami Masih Melakukan "Methik Pari": Mengharapkan Berkah Panen dengan Doa dan Nasi Berkat

Indonesia merupakan salah satu negara Agraris yang kaya akan tradisi serta  adat istiadat. Salah satu Tradisi dari negara Agraris tersebut yang lekat kaitanya dengan mata pencaharian penduduk indonesia adalah tradisi Panen Padi atau "Methik pari"  yang banyak sekali dilakukan oleh masyarakat petani Jawa. tradisi wiwit pari ini merupakan tradisi yang dilakukan ketika sudah menjelang waktu panen pari melalui doa doa yang dipanjatkan serta nasi berkat yang dibagikan ke para petani, semua itu dilakukan dengan harapan bahwa hasil panen yang diperoleh mendapat keberkahan. Namun dalam tradisi ini, uniknya tidak semua para Petani di Jawa melakukan Tradisi Methik pari dengan cara atau proses yang sama, Sebagian melakukannya dengan cara yang berbeda dan  beberapa karena menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

Salah satu tempat yang beberapa masyarakat petani nya masih melakukan Methik pari namun dengan Proses yang berbeda adalah Kelurahan Ketami. Kelurahan Ketami merupakan kelurahan yang terletak di Kecamatan Pesantren, Kota Kediri, Provinsi Jawa timur. Ditempat ini beberapa Petani nya yang berusia tua masih menjalankan tradisi Methik Pari dengan harapan dapat membawa keberkahan saat panen.  Namun Tradisi Methik Pari yang ada di kelurahan Ketami ini berbeda dengan Methik pari yang ada di jawa sejak dulu. Perbedaan nya tersebut  terletak pada Doa dan proses penyuguhan Makanan atau Nasi berkat.

Melalui  wawancara dengan petani Lokal di sana yaitu Ibu Pademi. Beliau mengatakan, Dahulu sejak saya  masih kecil tradisi Methik pari disini itu dulunya dilakukan dengan genduren yaitu mengundang beberapa warga termasuk anak-anak dan melakukan doa bersama, Doa doa yang dibacakan dulu pun adalah doa-doa jawa, Namun Sebelum melakukan Genduren ini terlebih dahulu si  pemilik sawah yang melakukan Methik pari itu menaruh nasi berkat berjumlah 4 buah pada  sisi pojok sawah, Isi nasi berkat itu ada kulupan ikan teri dan sambal. Setelah itu selesai berdoa bersama, Nasi berkat yang ditaruh di sisi sawah itu tadi kemudian dibagikan dan dimakan bersama.

Namun Kini, Ibu Pademi yang sudah berusia 50 an itu tidak lagi melihat tradisi Methik pari seperti zaman dulu. Ia mengatakan, Kini hanya para Petani tua saja yang masih melakukan tradisi tersebut, itupun juga berbeda saat dia  masih kecil, Sekarang saya dan para petani tua yang lain melakukan tradisi wiwit pari ini tanpa ada proses genduren atau tidak lagi mengundang orang banyak. Para Petani disini  cukup menaruh Nasi berkat sebanyak 4 buah pada ke empat  sisi sawah kemudian membaca Doa sendiri dan Doa nya menurut agama masing bukan doa jawa seperti dulu, karena saya islam saya membaca Doa islam dengan mengharap supaya panen ini membawa keberkahan bagi keluarga dan orang orang. Setelah saya berdoa, Biasanya nasi berkat yang ditaurh itu saya bagikan ke orang yang saya temui disawah kadang kala ke sesama petani tapi juga ke orang lewat yang ditemui.

Menjadi seorang Petani itu adalah pilihan hidup namun Juga takdir bagi orang orang dulu.  kata ibu Pademi, Saat saya masih muda dulu banyak sekali orang orang yang memilih menjadi petani karena paksaan keluarga, orang orang dulu kalo ingin sekolah itu sangat sulit karena orang tua hanya memperioritaskan anaknya untuk pergi Ngarit (bertani). Ibu Pademi berharap bahwa generasi muda sekarang tidak malu dalam memilih pekerjaan menjadi petani, Karena Pertania meskipun pekerjaan kuno tapi bila dipadukan dengan teknologi sekarang maka hasilnya sangat menguntungkan.Namun, banyak generasi muda  yang tidak mau menjadi Petani, Para generasi muda mereka Lebih memilih bekerja menjadi PNS, Pekerja kantor dsb. Padahal Petani merupakan tumpuan Prekonomian Bangsa Indonesia dan juga sangat diperlukan dalam menjaga  sektor ketahanan pangan bagi bangsa indonesia, selain itu Apabila tidak  ada lagi generasi muda yang mau bertani maka hilang juga tradisi bercocok tanam dan ilmu pertanian yang telah diturunkan oleh nenek moyang kita  dari generasi ke generasi. Tradisi merupakan ciri unik suatu bangsa yang kaya akan budaya dan masyarakatnya yang majemuk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun