Mohon tunggu...
Faizalyasindi
Faizalyasindi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sejarah Universitas Jember

Suka menulis dan membaca/Penggemar karya-karya Tere Liye dan Pramoedya Ananta Toer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pemikiran Politik Moh Hatta dalam Memperjuangkan Hak Asasi Manusia

19 Juni 2023   16:40 Diperbarui: 19 Juni 2023   21:09 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

A.Riwayat Hidup Mohammad Hatta

Moh. Hatta memiliki nama asli ‘Mohammad Athar’ yang memiliki arti minyak wangi. Beliau lahir pada 12 Agustus 1902 di Bukittinggi Sumatera Barat, dari pasangan Haji Mohammad Djamil dan Siti Saleha yang merupakan keluarga terpandang di Bukittinggi Sumatera Barat.

Ayahnya merupakan garis keturunan keluarga ulama, sedangkan ibunya merupakan keturunan saudagar. Dari keduanya, telah memberikan dua talenta pada Moh. Hatta. Beliau adalah seorang intelektual yang religius, yang memiliki visi dan keuletan ekonomi yang luar biasa, sehingga mampu menghadapi segala penderitaan dan cobaan dengan jiwa yang tenang dan sabar. Menurutnya, rencana kesejahteraan rakyat ke depan harus didasarkan pada teori yang matang dengan eksekusi yang sinkron dalam ruang dan waktu.

Pada tahun 1919-1920, di Jakarta, beliau bersekolah di PHS (Prins Hendrik School), yang digunakan Bung Hatta untuk menambah wawasannya tentang seluk beluk masyarakat kolonial di tingkat nasional. Studinya di PHS berakhir pada tahun 1921, setelah itu Hatta melanjutkan studinya di Negeri Belanda dan melanjutkan ke Handels Hooge School (Sekolah Tinggi Ekonomi) Refterdam. Selama menempuh pendidikan di Belanda inilah, pemikiran-pemikiran politik Hatta hadir dan berperan penting dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia. Selama kurang lebih sebelas tahun Bung Hatta berada di Negeri Belanda, beliau tidak hanya berhasil dalam studinya, tetapi juga menjadi seorang pemimpin yang berkualitas, baik dalam ilmu pengetahuan maupun dalam organisasi pergerakan kemerdekaan. Pemikiran politiknya yang elegan dan cemerlang sering disebut sebagai penyatuan warisan Timur dan Barat.

Dalam memperjuangkan kemerdekaan, kiprahnya dimulai ketika beliau menjadi anggota Jong Sumateranen Bond (JSB), kemudian Perhimpunan Indonesia (PI), lalu Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru). Dalam menghadapi sistem kolonialisme dan imperialisme Belanda, Hatta secara konsisten menerapkan prinsip non-kooperasi. Dalam memimpin organisasi pergerakan nasional, khususnya PI dan PNI-Baru, Hatta mendorong organisasi tersebut menjadi kader dengan memberikan pendidikan politik secara intensif. Setelah kemerdekaan, kebijakan Hatta dengan ditandatanganinya Deklarasi No. X, 1 November 1945 dan 3 November 1945, telah mengubah sistem pemerintahan dan kabinet presidensial Indonesia menjadi kabinet parlementer, yang merupakan jalan menuju pemerintahan yang demokratis.

Mundurnya Bung Hatta pada 1 Desember 1956 merupakan fenomena ironis dalam sejarah kepemimpinan Indonesia. Perbedaan pandangan politik dengan Presiden Soekarno yang lebih memilih otoriter sudah tidak bisa didamaikan lagi, ditambah dengan situasi politik yang kacau balau, sementara ia tidak memiliki kekuatan untuk mengatasi itu semua, membuatnya mundur dari jabatannya sebagai Wakil Presiden. Pemahaman prinsip yang kuat jarang ditemukan dalam gaya kepemimpinan berikutnya.

Pemikirannya tentang kedaulatan rakyat adalah prinsip yang diperjuangkan selama hayatnya hingga tertuang dalam karya-karya ilmiahnya. Seperti usahanya membela hak-hak rakyat melalui berbagai tulisan sejak aktif di PI. Bisa dikatakan, langkah Bung Hatta itu merupakan ekspresi pembelaannya terhadap hak asasi manusia.

B.Pemikiran Hatta tentang HAM

Pembahasan terkait Hak Asasi Manusia (HAM) sudah menjadi hal yang rumit dan menarik. Apalagi di zaman sekarang ini, HAM menjadi topik yang paling banyak dibicarakan oleh para pemimpin nasional dan dunia dalam beberapa kesempatan. Sejumlah negara telah muncul yang melihat diri mereka sebagai penegak hak asasi Muncul sejumlah negara yang menganggap diri mereka sebagai penegak HAM dan memaksakan standar HAM mereka sendiri kepada orang lain, sembari mencela diri sendiri sebagai pelanggar HAM. Sebagai negara yang melanggar hak asasi manusia, ia tidak pantas mendapatkan kebaikan atau bantuan apa pun, atau dikecualikan dari hubungan internasional dan bahkan terkadang dikenakan sanksi yang tidak masuk akal. Lebih tragis dan dramatis lagi, setiap negara yang ingin menjalin hubungan dengan negara lain selalu dipertanyakan bagaimana penegakan HAM di negaranya sendiri.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai organisasi internasional, tiga tahun setelah berdiri (1948) membentuk komisi HAM dimana soal-soal hak sosial dan ekonomi diberi tempat di samping hak politik. Setelah bersidang dengan pembahasan matang tanggal 10 Desember 1948 menerima secara bulat hasil pekerjaan komisi berupa pernyataan sedunia tentang HAM atau sering disebut dengan Declaration of Human Rights.

Tiga tahun setelah berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di tahun 1948, sebagai organisasi internasional membentuk komisi hak asasi manusia yang selain hak politik juga mengurusi hak sosial dan ekonomi. Setelah melalui pertimbangan yang matang, pada tanggal 10 Desember 1948, hasil kerja Komisi diterima dengan suara bulat dalam bentuk Deklarasi Hak Asasi Manusia sedunia, atau sering disebut sebagai Declaration of Human Rights.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun