Organisasi massa, khususnya yang berbasis agama, khususnya khusus lagi yang berlandaskan agama Islam, sering kali membangga-banggakan jumlah anggota mereka.Â
Rasa bangga mereka bukan tanpa alasan, karena apabila kita melihat fungsi organisasi massa yang kurang lebih ada empat, terlaksana atau tidaknya akan terasa dengan kuantitas anggota. Empat fungsi tersebut adalah: sebagai training ground dan recruitment politik, sebagai kelompok penekan, sebagai people power dan sebagai civil society.
Masing-masing fungsi tersebut, terlebih fungsi kedua dan ketiga, cenderung akan terlaksana sesuai harapan apabila didukung oleh kekuatan massa yang berjumlah banyak. Oleh karena itu, logis jika organisasi massa (selanjutnya disebut ormas) kerap memperlihatkan rasa bangga akan banyaknya anggota mereka.
Jumlah anggota sebuah organisasi yang besar sulit didapatkan dengan sekejap, bahkan cenderung tidak bisa (kecuali mereka memiliki satu sosok pemimpin kharismatik di mata masyarakat).Â
Untuk mendapatkan anggota saja, sebuah organisasi pelu mengenalkan diri kepada masyarakat, menumbuhkan ketertarikan masyarakat terhadap mereka, mengajak masyarakat untuk bergabung, melakukan pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat yang ingin bergabung, dan menanamkan kesetiaan dalam diri anggota terhadap organisasi.
Upaya-upaya tersebut dinamakan proses kaderisasi. Tanpa kaderisasi, hampir dipastikan sebuah organisasi tidak akan bertahan lama, karena tidak memiliki anggota. Maka dari itu, kaderisasi adalah kebutuhan dasar sebuah ormas.
Beberapa ormas memposisikan kaderisasi sebagai agenda utama mereka, termasuk satu dari beberapa ormas yang penulis ikuti. Di sini, penulis tidak akan menyebut namanya secara langsung, sebut saja ormas X. Ormas ini, pada tingkat pimpinan kecamatan, mempunyai sebuah kewajiban: melakukan kaderisasi minimal sekali dalam satu periode kepemimpinan (satu periode: dua tahun).
Hal ini menunjukkan bahwa ormas A memposisikan kaderisasi sebagai agenda utama. Agenda ini, tidak hanya sebatas wacana, tapi benar-benar diaktualisasikan oleh mereka, baik di tingkat pimpinan pusat maupun pimpinan di bawahnya.
****
Namun, intensitas kaderisasi terkadang dilakukan oleh ormas secara berlebihan. Salah satu contoh adalah apa yang terjadi dalam ormas X di tingkat pimpinan kecamatan penulis. Kegiatan kaderisasi yang sedianya minimal dilakukan sekali dalam dua tahun, itu berarti idealnya dilakukan dua kali dalam dua tahun, mereka lakukan sebanyak dua kali di tahun ini.