Pada Sabtu tanggal 30 Maret 2019 kemarin, telah dilaksanakan debat keempat Pilpres. Pada debat tersebut terdapat pernyataan unik dari Calon Presiden nomor urut 02, Bapak Prabowo Subianto tentang pertahanan Indonesia.
Beliau mengatakan bahwa saat ini Indonesia masih lemah dan tertinggal dalam hal keamanan negara terutama persenjataan TNI yaitu alutsista. Memang ada benarnya pernyataan tersebut namun tidak sepenuhnya benar.
Kita ketahui bersama persenjataan alutsista dan kendaraan perang Indonesia seperti tank, kapal selam, dan pesawat Indonesia masih tertinggal bahkan harus mendatangkannya dari negara lain. Hal ini memang cukup miris tapi perlahan pemerintahan ingin membangun industri pembuatan kendaraan perang ini agar tidak bergantung dengan negara lain. Saat ini persenjataan Indonesia sudah cukup memadai karena adanya Pindad yang memenuhi kebutuhan senjata.
Di saat penulis sedang asyik menyimak debat ke-4 tersebut, tiba-tiba penulis kembali mengingat Pilpres 2014. Di mana saat itu mencuat isu wajib militer yang diusulkan oleh Bapak Prabowo untuk mengatasi masalah militer di Indonesia. Hal ini tentu menimbulkan pro dan kontra karena tidak semua orang setuju dengan wajib militer.
Wajib militer dinilai memiliki segudang risiko yang akan muncul apalagi dengan kondisi militer sekarang yang terkenal dengan senioritasnya. Membuat penulis menimbang-nimbang pro dan kontra wajib militer.
Mungkin masih banyak yang belum mengetahui apa yang dimaksud dengan wajib militer. Oleh karena itu penulis ingin menjelaskan tentang wajib militer.
Wajib militer atau yang lebih sering kita dengar dengan sebutan wamil adalah kewajiban bagi seorang warga negara yang berusia antara usia 18-30 tahun untuk mengikuti pendidikan militer guna meningkatkan ketangguhan, kedisipinan, dan sikap bela negara seorang warga negara.
Wamil adalah sebuah solusi untuk negara-negara yang masih kekurangan tentara, atau minat untuk menjadi tentara masih minim. Banyak negara sudah menentapkan kebijakan wamil, salah satu contohnya Korea Selatan yang  telah lama melakukan kebijakan ini.
Namun akhir-akhir ini di Korea Selatan terdapat banyak cara pemudanya untuk menghindari wamil bahkan ada yang pindah kewarganegaraan. Hal ini menunjukkan kurang efektifnya wamil dan membuat penulis mempertanyakan urgensi wajib militer dilaksanakan di Indonesia.
Seperti apa yang pernah disampaikan oleh Bapak Jusuf Kalla (JK), setelah mendapatkan pertanyaan dari seoarang perwira remaja terkait perlunya wajib militer bagi generasi muda. Hal ini didasari keprihatinan terhadap generasi muda yang banyak salah pergaulan.
"Ya tidak ada urgensinya dan juga pelaksanaannya rumit. Di samping itu wajib militer dinilai kurang relevan karena perang yang dihadapi saat ini lebih cenderung pada perkembangan teknologi," kata beliau.