Pertama saya mau mengucapkan selamat dulu kepada 8 pegawai yang bernama Jhoni Boetja, Edy Supriyanto Saputro, Airtas Asnawi, Amidi Susanto, Taufan, Muhammad Yunus, dan Yekti Kurniasih yang telah mengajukan gugatan terhadap pasal 153 ayat 1 huruf f Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ke Mahkamah Konstitusi. Adapun bunyi Pasal 1 adalah "Perusahaan dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan:" pada huruf F bunyinya "Pekerja/Buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya didalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja Bersama."
Dalam pertimbangannya Mahkamah Konstitusi menyatakan, Pertalian darah adalah Takdir, hal yang tidak dapat dielakkan. Selain itu Pasal diatas bertentangan pula dengan Pasal 27 Ayat (2), Pasal 28 Ayat (1), Pasal 28C Ayat (1), dan Pasal 28 D ayat (2) Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam amar putusannya majelis Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Selain mengabulkan permohonan Mahkamah Konstitusi juga menyatakan Frasa Pasal 1 Huruf f bertentangan dengan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Konsekwensinya Perusahaan tidak boleh melakukan pemutusan hubungan kerja kalau terjadi pernikahan antar teman satu kantor.
Dampaknya terhadap putusan ini pihak pengusaha harus segera melakukan perubahan terhadap peraturan perusahaan, perjanjian kerja dan perjanjian kerja bersama yang sudah membuat larangan-larangan khususnya terhadap pernikahan pekerja/buruh satu kantor. Â Â
Sekalipun perusahaan diperbolehkan membuat sendiri peraturan perusahaan sesuai dengan Pasal 61 ayat (1) huruf d Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi "perjanjian kerja berakhir apabila; adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat berakhirnya hubungan kerja".
Dalam melakukan pemutusan hubungan kerja perusahaan pun harus mengikuti tahapan tahapan sesuai dengan pasal 161 undang undang ketenagakerjaan.
Namun satu yang pasti bahwa dengan dikabulkannya gugatan pemohon oleh Mahkamah Konstitusi maka Perusahaan tidak boleh menjadikan pernikahan yang terjadi bagi pekerja/buruh yang bekerja dalam satu kantor sebagai dasar untuk memutus hubungan kerja salah satu pihak apakah suami atau istri. Selain itu perusahaan masih boleh membuat peraturan perushaan selama tidak bertentangan dengan Undang Undang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H