Pakar ilmu manajemen dari Universitas Indonesia Rhenald Kasali, disetiap semester awal perkuliahannya dengan mahasiswa baru selalu memberikan tugas akhir membuat Paspor, menurutnya Paspor adalah salah satu akses menuju pasar bebas. Bagaimana kita bisa mendunia kalau tidak pernah melihat bagaimana kehidupan di Luar sana, begitulah kira-kira Motivasinya kepada setiap Mahasiwa Barunya.
Berapa jumlah penduduk Indonesia yang sudah memiliki paspor, Kurang tahu pasti, yang jelas aturan terbaru keimigrasian mengatakan “anak-anak usia 1 bulan hingga lanjut usia wajib memiliki paspor jikalau akan berangkat ke Luar Negeri”. [Ini pengalaman pribadi]
Berapa jumlah penduduk Indonesia yang pernah ke Luar negeri, juga tidak tahu pasti. Butuh waktu untuk melakukan penelitian tentang itu, Atau ada Kompasianer yang tahu? Monggo dibagi.
Faktanya disekitar lingkungan tempat kami tinggal, mulai dari teman kerja, tetangga, teman main, teman ngaji, temannya istri, temannya teman dll. Banyak dari mereka belum pernah pergi ke Luar-Negeri sekalipun jarak Malaysia dan Singapore itu dari sini ( Pulau Bintan) hanya memakan waktu tidak lebih dari 2 jam dan biayanya hanya Rp 196 ribu saja, alasan terbanyak belum punya uang dan belum tahu mau ngapain disana.
Banyak hal yang bisa diambil manfaatnya dari sebuah perjalanan, bagi yang menyukai fotography tentu akan sangat banyak Objek-Objek baru yang belum tereksplor bisa didapatkan, Bagi pebisinis mungkin banyak ide-ide segar yang bisa dibawa ke tanah air, Bagi yang hobi elektronik bisa dapat informasi lebih dulu tantang gadget terbaru dll. Bagi yang hobi belanja hati-hati bisa habis duitnya, secara kursnya yang beda xixixi. Intinya adalah dengan melakukan perjalanan akan merangsang saraf mengenali hal-hal baru. Jelas ini sangat penting bagi kesegaran otak. Kita bisa melihat bagaimana bagus dan bersih nya pemerintah menata Kotanya. Bagimana Transportasi Massalnya.
[caption id="attachment_192113" align="aligncenter" width="640" caption="Clean and Clear"]
Itu semua akan jadi pembelajaran secara tidak langsung bagi kita. Dinegara sendiri terbiasa tidak disiplin, tapi koq dinegara orang kita bisa berdidiplin, dll. Pengalaman berharga ini akan memperkaya diri kita bagaimana memandang sebuah permasalahan, sebuah objek [WPC XVI Nih yéééé].
Sejarah. Iya sejarah, Negara asing itu sangat menghargai sejarah, kita bisa lihat bagaimana bangunan-bangunan berumur ratusan tahun masih terawat dengan baik. Bukan kah Bangsa yang besar itu adalah bangsa yang menghargai sejarah? bukan, bangsa yang besar itu bangsa yang penduduknya banyak xixixixi Ngelés ;)
[caption id="attachment_192118" align="aligncenter" width="640" caption="Beffroi Belgia dibangun sekitar abad ke 18"]
Dari tempat ibadah, juga banyak sekali pelajaran yang bisa diambil, Bagaimana sholatnya orang-orang dari seluruh dunia, Bagaimana kebiasaan mereka, Bagaimana rasanya beribadah dinegara yang Liberté, Égalité, Fraternité, terkadang harus sembunyi-sembunyi, bangunan Masjid misalnya tidak boleh ada Kubahnya seperti di Indonesia, Atribut keagamaan tidak boleh dikenakan ditempat-tempat umum, tapi justru dari situlah kenikmatan itu akan muncul. Dan itu semua terekam didalam otak kita. Lag-lagi Penyegaran buat Otak kita.
[caption id="attachment_192127" align="aligncenter" width="640" caption="Suasana didalam Grande Mosque Paris setelah Sholat Jum"]
Ditengah Pulau yang eksotis, 09 Agustus 2012, 11:00 Utc+7
---Salam Kampretos---
WPC XVI "Shhoting Angle" Pancen Oye
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H