Mohon tunggu...
Faiza Kamilla
Faiza Kamilla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hii!

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kontroversi Penggunaan Ganja Medis: Perjuangan Ibu Santi demi Pengobatan Sang Buah Hati

9 Juli 2023   21:21 Diperbarui: 9 Juli 2023   21:48 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pada  6 Juni 2022 seorang ibu menyeruarakan sebuah  permintaan tolongnya di acara Car Free Day di Bundaran HI, Jakarta Pusat. Seorang ibu bernama Santi Warastuti bersama suami dan anaknya yang duduk di kursi roda bernama Pika. Ibu Santi berdiri diantaranya banyaknya masyarakat yang menghadiri Car Free Day sambal memegang sebuah papan bertuliskan "Tolong, anakku butuh ganja medis". Diketahui Pika, anak dari Ibu Santi penyakit Celebral Palsy.

Membahas mengenai Cerebral Palsy, Cerebral Palsy adalah kondisi dimana terjadinya gangguan motoric yang berkaitan dengan gerak dan koordinasi tubuh. Pada kebanyakan kasus Cerebral Palsy terdeteksi saat bayi telah berusia 1 atau 2 tahun tetapi bisa saja kondisi ini baru terdiagnosa pada anak-anak yang usianya lebih tua. Penyebab cerebral palsy adalah gangguan perkembangan otak yang sering kali terjadi saat anak masih dalam kandungan. Namun, gangguan perkembangan otak ini juga bisa terjadi ketika proses persalinan atau bahkan hingga satu tahun sejak kelahiran.

Ibu Santi menyerukan tujuannya untuk dapat digunakannya Narkotika Golongan I agar bisa digunakan untuk kepentingan penelitian dan pelayanan kesehatan lainnya kepada Mahkamah Konstitusi upaya uji materi UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang dilayangkan oleh Ibu Santi serta sejumlah orang tua pasien cerebral palsy dan lembaga swadaya masyarakat.

Awal mula Ibu Santi memerlukan ganja medis untuk putrinya, Pika adalah ketika awalnya sang putri didiagnosa epilepsi, pada awal 2015 ketika Pika berusia enam tahun ia sering lemas dan muntah-muntah lalu mulai kejang-kejang. Melihat itu Ibu Santi membawa putrinya ke dokter syaraf dan saat itulah Pika didiagnosa mengidap epilepsi. Tetapi dalam dua tahun lama kelamaan kemampuan motorin Pika menurun. Hingga pada 2017 Pika dinyatakan mengidap lumpuh otak atau Cerebral Palsy.  

Berbagai upaya telah dilakukan oleh Ibu Santi dan Pika. Terapi fisioterapi, terapi okupasi, dan terapi wicara. Tidah hanya itu, Pika juga meminum obat kejang yang telah diresepkan dokter yaitu asam valprot. Carbamazepine, dan fenitoin. Tetapi sayangnya semua upaya itu belum cukup efektif untuk meredakan kejang yang dialami oleh Pika.   

Ibu Santi mengetahui bahwa ganja medis mampu menjadi obat alternative bagi putrinya yang mengidap Cerebral Palsy adalah setelah ia bergabung dengan sebuah komunitas Wahana Keluarga Cerebral Palsy di Yogyakarta yang beranggotakan 5.000 orang tua dari anak yang mengidap Cerebral Palsy. Saat itulah Ibu Santi bertemu dengan Dwi Pertiwi. Seorang ibu dengan putra yang mengidap penyakit yang sama.

Ibu Dwi Pertiwi pernah memberikan putranya, Musa, CBD oil yaitu sebuah minyak yang di ekstrak dari ganja pada putra saat ia tinggal di Australia. Tetapi penggunaan CBD oil kepada putranya harus di hentikan ketika ia kembali ke Indonesia dikarenakan berdasarkan UU Narkotika penggunaan ganja untuk medis masih illegal. Naas nya Musa, putra dari Ibu Dwi Pertiwi harus meninggal dunia karena kondisi yang di deritanya. Karena ini para orang tua dengan anak pengidap penyakit yang sama mengajukan negosiasi kepada Mahkamah Agung untuk mempertimbangkan kembali legalitas penggunaan ganja yang termasuk dalam jenis Narkotika Golongan I sebagai alat medis.

Di Indonesia sendiri penggunaan Narkotika Golongan I masih sangat terbatas dan sangat dilarang. Hal ini dikarenakan meskipun Narkotika Golongan I bisa digunakan untuk pengobatan, tetapi penggunaan Narkotika Golongan I sangat berbahaya dan memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi. Karena tingkat ketergantungannya yang tinggi, Narkotika Golongan I dikategorikan sebagai narkotika yang paling berbahaya. Jenis-jenis dari Narkotika Golongan I ialah ganja, heroin, kokain, morfin, dan opium. Selain itu pengetahuan dan penelitian terkait efek dari penggunaan Narkotika Golongan I masih sangat terbatas.

Irawati Hawari, seorang dokter spesialis syaraf serta penasehat di Yayasan Epilepsi Indonesia juga memperkuat fakta bahwa belum cukup penelitian terkait kemanjuuran ganja sebagai obat dan keamanan jangka panjangnya. Dr. dr. Irawati bersikeras masih banyak obat-obatan yang terjamin keamanannya. Meski begitu ia tetap bersimpati pada para orang tua dengan anaknya yang menderita cerebral palsy.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun