Mohon tunggu...
Faiz Ahmad Shobrina
Faiz Ahmad Shobrina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa FK UNAIR yang menyukai rahasia dan sejarah dunia

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Agus Salim Sang Diplomat Ulung

12 Desember 2024   10:00 Diperbarui: 12 Desember 2024   09:57 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Haji Agus Salim (Sumber: https://ikpni.or.id/pahlawan/agus-salim/)

Mendengar kata Agus Salim tentu saja terpikirkan mengenai peranan beliau dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Seorang pahlawan dengan kemampuannya yang mumpuni dalam public speaking serta pengalamannya yang banyak membuatnya ia seringkali ditunjuk untuk mewakili Indonesia di forum internasional. Walaupun ketika menjadi diplomat di usia yang cukup tua, kemampaunnya tidak bisa diremehkan begitu saja. Oleh sebab itu, tidak heran jika beliau dijuluki “The Grand Old Man”.

Perkenalan Tokoh

Agus Salim merupakan salah satu tokoh anggota panitia sembilan. Panitia sembilan merupakan bentukan dari BPUPKI dengan tujuan untuk menyempurnakan rumusan Pancasila dan Undang-Undang Dasar yang didasari atas kelima dasar negara. Sosok insan yang berwibawa ini yaitu Agus Salim lahir di Bukittinggi, 8 Oktober 1884. Beliau saat masa kecil awalnya bernama Mashudul Haq, kemudian diganti karena dulu pengasuhnya memanggil beliau dengan sebutan ”gus” dan menjadi populer di sekolahnya. Sedangkan, “Salim” merupakan nama pemberian dari ayahnya. Pada masa kecil, Agus Salim dikenal sebagai anak yang cerdas dan gemar membaca sehingga tidak heran jika beliau memiliki pengetahuan yang luas. Beliau dulu bersekolah dasar di Europeesche Lagere School (ELS) yang terletak di Riau. Dengan hasil yang baik, Agus Salim melanjutkan studinya di Batavia untuk menempuh sekolah menengah di Hogere Burger School (HBS). Hasil yang baik membuat guru-gurunya mengusahakan Agus Salim mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan ke sekolah kedokteran di School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA). Namun usaha tersebut mengalami kegagalan. Karena kepintarannya, nama Agus Salim terdengar oleh R.A. Kartini. R.A. Kartini ingin memberikan beasiswa kepada Agus Salim untuk melanjutkan studinya di Belanda. Namun, Agus Salim menolak karena ia berpendirian bahwa kalau pemerintah Belanda mengirimkannya ke Nederland karena desakan Kartini dan bukan karena niat baik pemerintah Belanda sendiri, maka Agus Salim memutuskan untuk tidak berangkat ke Belanda. Agus Salim terkenal dengan kepintaran dan otaknya yang cemerlang. Tentu saja tidak mengherankan beliau dapat menguasai banyak bahasa seperti bahasa Inggris, Jerman, Belanda, Jepang, Arab, dan lain-lain. Setelah  menyelesaikan pelajaran di Hogere Burger School pada tahun 1903 dengan hasil yang cemerlang, Agus Salim memutuskan untuk tidak melanjutkan studinya dan mulai bertekad untuk bekerja. Sesuai dengan kemampuan bahasa yang dimilikinya, beliau diterima sebagai tenaga penerjemah di Jakarta. Beliau menerjemahkan naskah dari bahasa Asing dalam bahasa Melayu (istilah bahasa Indonesia pada saat itu). Tempat kerja di swasta dan selalu berpindah-pindah pekerjaan membuat hati orang tuanya risau. Sebagai orang tua dan berasal dari golongan bangsawan, tentu saja sangat mendambakan putra-putranya mengikuti jejaknya. Kegundahan inilah yang merupakan salah satu sebab ibunya menderita sakit yang kemudian meninggal dunia pada tahun 1906. Peristiwa kematian ibu yang sangat dicintainya itu mempengaruhi jalan pikirannya. Pada tahun 1906 itu juga , Agus Salim. berangkat ke Jeddah, Arab Saudi untuk bekerja pada Konsulat Belanda, suatu pekerjaan yang semula ditolaknya.

Lima Tahun di Arab Saudi

Selama lima tahun di Negeri Arab, Agus Salim berusaha untuk memperoleh pengalaman dan pengetahuan sebanyak mungkin. Agus Salim tidak hanya bekerja di kantor konsulat melainkan juga terus belajar banyak hal di sana. Kemampuannya yang cepat  dalam mempelajari bahasa menyebabkan beliau dapat menguasai bahasa Arab dengan waktu yang singkat. Tujuan Agus Salim ke Arab tidak hanya mencari uang semata-mata, tetapi juga ingin memperdalam pengetahuan agama. Karena itu kesempatan tersebut benar-benar dimanfaatkan dengan baik. Keinginannya untuk mempelajari Agama Islam semakin kuat ketika paman beliau yaitu Abdul Khatib yang merupakan ulama besar di sana. Agus Salim kemudian mempelajari  karya-karya pemikir Islam modern. Beliau mempelajari buku­buku Jamalludin Al Afghani (1838 - 1897) yang memancarkan ide Pan Islamisme, serta Mohamad Abduh (1849 - 1905) pujangga Islam yang menginginkan reformasi dan modernisasi dalam Agama Islam.  Agus Salim memiliki tekad dan kemauan yang kuat untuk melakukan dakwah dan membawa Agama Islam menuju kemajuan. Hal ini didasari oleh kurangnya informasi terhadap Agama Islam yang menyebabkan adanya kekeliruan di masyarakat dalam menerima Agama Islam.

Selain mempelajari Agama Islam, Agus Salim juga mempelajari tata niaga dan perdagangan. Karena kemampuannya yang terampil, selama bekerja di konsulat pekerjaannya selalu selesai. Hal itu membuktikkan bahwa Agus Salim adalah sosok orang yang cekatan, bertanggung jawab,  dan cerdas. Agus Salim kemudian mendapat penghargaan sebagai pembantu yang berjasa. Agus Salim juga mempelajari kehidupan diplomatik. Pengetahuannya tentang ha! ini nanti akan berguna dan menjadi bentuk perjuangan beliau dalam mewujudkan kemerdekaan. Ketika beliau di Arab Saudi, Agus Salim juga melaksanakan ibadah haji yang kemudian nama beliau menjadi Haji Agus Salim.

Kontribusi di Panitia Sembilan 

Kontribusi Haji Agus Salim dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia banyak sekali terutama ketika menjadi anggota daripada panitia sembilan. Haji Agus Salim berkontribusi dalam pembuaan naskah yang merupakan balasan terhadap siasat Jepang dengan BPUPKI untuk memenuhi janji pemberian kemerdekaan kepada Indonesia di kemudian hari. Naskah tersebut kemudian dikenal sebagai Piagam Jakarta atau Jakarta Charter. Pada kalimat sila pertama,“Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, Haji Agus Salim menyarankan untuk menggantinya karena berpendapat bawa Indonesia bukan negara yang menganut satu agama saja. kalimat tersebut diusulkan untuk diganti menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pengusulan perubahan sila pertama tersebut kemudian diperkuat ketika Mohammad Hatta diberitahu oleh opsir Kaigun bahwa adanya keberatan mengenai kalimat sila pertama oleh golongan-golongan yang bukan beragama Islam. Oleh sebab itu, Haji Agus Salim ditetapkan sebagai  salah satu founding fathers Piagam Jakarta atau Jakarta Charter.

Perjuangan Diplomasi

Kemahirannya dalam berbicara menjadikan beliau dipercaya untuk menjadi wakil Indonesia di dunia internasional. Pengalaman diplomatik pertama beliau yaitu dalam perundingan pendahuluan antara Indonesia dan Belanda di Jakarta pada tanggal 23 Oktober 1945. Dalam perundingan ini, Haji Agus Salim berargumen bahwasanya Indonesia bukan merupakan bagian dari Kerajaaan Belanda. Hal tersebut berdasarkan jikalau Belanda kalah dan menyerah dari Jepang pada tahun 1942 sehingga tidak ada dasar untuk Belanda memiliki kekuasaan di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun