Mohon tunggu...
Faizah Amhar
Faizah Amhar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Critical Eleven: Short-Simple-Movie-Review

19 Mei 2017   07:24 Diperbarui: 19 Mei 2017   09:05 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film Critical Eleven adalah salah satu film lokal yang sudah sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Film yang diangkat dari novel berjudul sama karya Ika Natassa ini mengisahkan kehidupan rumah tangga Tanya Baskoro (Adinia Wirasti) dan Aldebaran Risjad (Reza Rahardian) dan berbagai permasalahan yang mereka hadapi. Saya sebagai team baca-novel-dulu-sebelum-nonton sudah nggak sabar menonton film ini. Dan akhirnya, setelah mengatur jadwal yang lumayan padat (dih, sok sibuk amat) saya bisa menempatkan diri untuk pergi ke Empire XXI untuk menyaksikan film ini.

Ekspektasi saya terhadap film ini juga lumayan besar. Dikarenakan saya mengikuti akun Ika Natassa di Instagram dan ia mengatakan bahwa film ini full of emotions, dan perfect. I wonder if they do it just like the book.

Over all, filmnya bagus banget! Mungkin rate dari saya 7,5/10 kali ya. Pemilihan aktris dan aktor, setting lokasi, soundtracks, menurut saya sudah pas. Emosinya juga dapet. Pengin nangis rasanya pas nonton, tapi kok air matanya gak keluar-keluar. Yha. Bagian favoritku adalah saat backsoundnya lagu Sekali Lagi yang dibawakan oleh Isyana Sarasvati. BENER-BENER DAPET FEELSNYA!!!

Tapiii, movies are movies. Apalagi adopsi dari novel. Selalu saja ada beberapa yang terlewat. Atau beberapa yang diganti. Dari awal, contohnya. Di novel, pertemuan Ale dan Anya tetap sama di pesawat, Namun, obrolan dan perkenalan mereka terjadi karena Anya tanpa sengaja menyandarkan kepalanya di bahu Ale saat tertidur di pesawat selama tiga jam! Di film, mereka berkenalan karena Ale melihat Anya tengah kebingungan mencari sesuatu yang biasa ia genggam saat gugup di pesawat. Padahal, Anya sudah melakukan penerbangan sangat banyak selama hidupnya. Jadi menurutku agak aneh kalau ia masih merasa nervous di dalam pesawat.

Lalu, di novel Ale dan Anya menjalani long-distance-relationship. Sedangkan di film mereka sama-sama menjalani hidup di New York. becoming New-Yorkers. Dan Anya baru pulang ke Indonesia saat hamilnya semakin membesar.

Perbedaan juga terletak dalam kecelakaan Ale. Di novel Ale tertimpa palang secure parking yang sedang error dan merobek kepalanya. Sedangkan di film, Ale tertabrak mobil.

Di penghujung film, kami disuguhi dengan kelahiran adiknya Aidan yang bernama Ansel. Mereka juga sempat mengadakan pesta ulang tahun untuk Ansel yang dihadiri sahabat-sahabat Anya. Sedangkan di novel, ditutup dengan sudut pandang Anya yang ingin memberitahu Ale kalau Aidan akan punya adik. That’s it.

Sebenarnya masih banyak perbedaan, namun saya tidak akan menuliskannya di sini. Silakan baca novelnya dan nonton filmnya, kemudian Anda bisa merasakan perbedaan yang sama seperti saya. Perbedaan ini wajar, sangat wajar. Kalau boleh jujur, saya merasa lebih emosional saat membaca bukunya. It was so complicated. Saya mengucapkan terima kasih yang banyak kepada Ika Natassa dan seluruh kru yang bersangkutan dalam membuat film ini. Saya tidak sabar untuk menyaksikan film selanjutnya; Antologi Rasa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun