Mohon tunggu...
Faiz Abdalla
Faiz Abdalla Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pelajar NU Gresik

Selanjutnya

Tutup

Politik

KPK dan Kredibilitas DPR

31 Desember 2015   02:53 Diperbarui: 31 Desember 2015   02:53 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Komisi III DPR RI akhirnya memilih Agus Rahardjo sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2020, Kamis (17/12) malam. Agus akan didampingi empat komisioner lain sebagai Wakil Ketua, yakni Basaria Panjaitan (Madya Sespimti Polri), Alexander Marwata (Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat), Saut Situmorang (Staf Ahli Kepala BIN), dan Laode Muhammad Syarif (Akademisi Universitas Hasanudin).

Menariknya, tokoh-tokoh unggulan seperti Busyro Muqodas, Johan Budi, Robby Arya, dan Suryo Candra justru tersingkir pada uji kelayakan dan kepatutan di DPR kemarin. Hasil tersebut tentu jauh dari ekspektasi tinggi publik terhadap formasi KPK ke depan, mengingat dominasi tokoh-tokoh di dalamnya ditengarai titipan instansi tertentu.

Adanya ekspektasi tinggi tersebut tentu tidak berlebihan. Sepak terjang KPK dalam memberantas kronisnya masalah Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di negara ini layak diapresiasi. Di tengah persoalan serius KKN menjerat hampir setiap lembaga negara, peran khusus KPK untuk memberantas korupsi tentu sangat diharapkan.

Namun di tengah ekspektasi tersebut, sekali lagi publik harus kecewa. Penengaraan adanya titipan dalam formasi baru KPK memang beralasan, mengingat uji kelayakan dan kepatutan di DPR tersebut berlangsung alot dan mengesankan diulur-ulur untuk kepentingan politik. Hal tersebut tentu bukan pertama kalinya, pun bukan sekedar dalam uji kelayakan dan kepatutan untuk pimpinan KPK.

Selain itu, kredibilitas DPR yang berada pada titik terendah turut berpengaruh perkuat adanya penengaraan tersebut. Data Lingkaran Survey Indonesia (LSI) terbaru menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap DPR jauh lebih rendah dibandingkan lembaga negara lainnya. DPR menjadi lembaga dengan tingkat kepercayaan terendah dengan 40 persen, di bawah DPD dengan 53,4 persen, MPR dengan 55,9 persen, KPK dengan 74,9 persen dan Presiden dengan presentase 81,5 persen (Kedaulatan Rakyat, 18 Desember 2015).

Data LSI tersebut tentu tidak mengagetkan, terlebih akhir-akhir ini publik dihebohkan masalah etik Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus saham Freeport. Meski kasus tersebut merupakan masalah etik personal Ketua DPR, namun sedikit banyak masalah etik tersebut akan pengaruhi persepsi publik terhadap uji kelayakan dan kepatutan pimpinan KPK di DPR.

Alhasil, pimpinan KPK baru sudah dihadapkan beban berat untuk memenuhi harapan publik. Formasi baru pimpinan KPK terbentuk bersamaan dengan kredibilitas DPR berada pada titik terendah. Publik pun berhak mempertanyakan kualitas proses seleksi tersebut, apalagi proses seleksi dari awal telah berlangsung sangat panjang. Mampukah KPK memenuhi ekspektasi publik?

Mempertanyakan Fit and Proper Test di DPR

Data kepercayaan publik terhadap DPR seharusnya disadari lama untuk merubah proses seleksi pimpinan KPK di DPR. Sudah banyak pihak mempertanyakan kualitas fit and proper test pimpinan lembaga negara di DPR. Beberapa bahkan telah mengajukan judicial review, namun hasilnya kurang memuaskan.

Ada beberapa alasan mengapa publik layak mempertanyakan kualitas fit and proper test di DPR. Pertama, seleksi di DPR kenyataannya tidak lebih sekedar hitung-hitungan politik. Pertimbangan kepentingan politik di DPR lebih dominan dibanding pertimbangan kelayakan dan kepatutan para calon. Alhasil, calon-calon yang terpilih adalah mereka yang direstui kepentingan politik dominan, bukan layak dan patutnya calon.

Kedua, data kepercayaan publik dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan DPR selalu berada di bawah KPK. Bahkan data terbaru menunjukkan KPK berada kedua teratas di bawah Presiden, sedangkan DPR justru berada paling bawah. Tentu secara etis, DPR kurang layak dan patut untuk menyeleksi pimpinan lembaga yang kepercayaan publiknya lebih tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun