Pertama, adalah mengembalikan klub Gresik United (GU) ke masyarakat. Sejak tahun 2017, Ultras sebagai sebuah kelompok suporter GU menuntut adanya pembenahan manajemen. Hal itu tak lepas dari prestasi GU yang tiap tahunnya semakin menurun. Dari Liga 1 terdegradasi ke Liga 3. Akan tetapi, tuntutan itu selalu kandas. Manajemen selalu beralasan bahwa klub telah berbentuk korporasi atau PT. Sebab itu, klub menjadi sangat privat dan masyarakat tidak boleh ikut campur.
Pada tanggal 3 Oktober atau 10 hari setelah Gus Yani dilantik, Ultras pun berdemonstrasi ke gedung DPRD. Tuntutan Ultras adalah agar GU dikembalikan ke masyarakat. Pada akhirnya, setelah melalui proses panjang, tuntutan itu berhasil dipenuhi Gus Yani. Januari 2020, GU resmi berpindah tangan, dari perusahaan lama ke sebuah perusahaan baru yang difasilitasi Gus Yani sendiri.
Hal ini membuktikan bahwa Gus Yani tidak hanya menunjukkan kinerjanya sebagai mediator antara manajemen, suporter, dan stake holder sepakbola yang ada. Akan tetapi juga sebagai fasilitator dan negosiator ulung. Bagaimana ia mampu meyakinkan pengelolah klub untuk berkompromi dengan aspirasi suporter guna kemajuan sepakbola Gresik. Alhasil, GU pun kini kembali jadi milik masyarakat.
Kedua, adalah masalah banjir Kali Lamong. Data BPBD menyebut, kerugian Kali Lamong pada tahun 2019 mencapai 78 miliar. Banjir ini telah menggenangi bahkan hampir seluruh kecamatan di Gresik selatan. Banyak rumah warga yang rusak, jalan-jalan serta infrastruktur fasilitas umum yang rusak, sawah dan tambak yang rusak dan gagal panen, dan tentunya trauma psikis berkepanjangan yang dialami warga terdampak karena dalam setahun banjir bisa terjadi sampai 6 kali.
Hal itulah yang melatari Gus Yani memperjuangkan masalah Kali Lamong. Dimulai dengan penganggaran studi Larap sebesar 5 miliar dalam APBD 2020 yang ditandatangi Gus Yani. Studi Larap merupakan pra prosedur yang harus ditempuh sebelum pembebasan lahan guna normalisasi sungai. DPRD yang dipimpin Gus Yani bahkan memberanikan untuk melakukan interpelasi ke Bupati guna memperjelas perkembangan penanganan banjir Kali Lamong.
Di luar fungsi budgeting dan controlling itu, Gus Yani beberapa kali turun langsung ke lapangan, baik saat banjir maupun tidak. Saat banjir melanda di masa PSBB pertama kemarin, Gus Yani bahkan menyumbangkan semua gajinya menjadi beras untuk diberikan ke warga terdampak banjir. Hal itu sebagai keprihatinannya melihat warga yang merasakan musibah berlipat, yaitu banjir dan Covid.
Hasilnya, pada Desember 2020 kemarin, studi Larap telah selesai. Praktis, di APBD tahun ini, telah dianggarkan untuk pembebasan lahan, dan selanjutnya akan dibangun tanggul. Tentu, kebijakan yang sudah Gus Yani investasikan selama menjadi Ketua DPRD, tinggal ia lanjutkan ketika menjadi Bupati. Terlebih, masalah banjir Kali Lamong kini mendapat perhatian khusus dalam Perpres 80/2019.
Ketiga, adalah masalah pelabuhan Gresik Jasatama. Salah satu kegiatan di pelabuhan ini adalah bongkar muat batubara. Kegiatan yang sangat memberatkan warga. Bertahun-tahun warga di sekitar menerima dampaknya. Berbagai upaya sejak tahun 2005 sudah ditempuh warga agar mereka terhindar dari polusi debu batubara. Mulai upaya berkomunikasi dengan pihak Jasatama sendiri, sampai berkali-kali berdemo ke pemerintahan. Tapi tetap saja, warga masih menerimanya.
Pada bulan November dan Desember 2019, warga dari tiga kelurahan terdampak, yakni Kroman, Lumpur, dan Kemuteran, menggeruduk ke gedung DPRD. Tuntutan mereka, yakni agar kegiatan bongkar muat batubara di pelabuhan Jasatama diberhentikan. Hingga, pada bulan Januari 2020, dengan mempertimbangkan dampak lingkungan yang sangat merugikan warga sekitar, akhirnya Gus Yani menyetujui tuntutan itu. Langkah ini pun disambut suka cita masyarakat.
Kini, setelah kegiatan bongkar muat batubara diberhentikan, warga pun memulai harapan baru. Mereka tak lagi khawatir akan lingkungan yang tercemar, pun anak-anak mereka bisa bebas bermain di luar rumah karena tak ada lagi bayang-bayang ancaman polusi. Bahkan, beberapa wisata kini telah berdiri hasil swadaya warga dan menjadi arah baru ekonomi warga. Salah satunya wisata Bale Keling.
Pun saat pembahasan realokasi APBD 2020 untuk Covid, Gus Yani-lah yang berani berdebat dengan bupati dan bersikukuh mempertahankan usulan agar program bantalan sosial dari Pemkab diwujudkan dalam bentuk uang tunai, bukan sembako. Dengan maksud supaya terjadi perputaran uang di masyarakat sekaligus untuk memberdayakan warung-warung kelontong di desa-desa.