Oleh: Faiz Romzi Ahmad (Pemilih Milenial Pandeglang)
Menjelang Pilbup 2020 siapa yang akan menjadi pemimpin Pandeglang menjadi diskursus khalayak. Angin segar datang dari kota yang dijuluki "The Sunset of Java", aura kebangkitan ruang dialektika mulai kentara terasa. Para cerdik-cendekia, intelektual muda, aktivis, pemerhati politik, praktisi pendidikan mempertautkan gagasan-gagasan ciamiknya untuk mengkonstruksi kesadaran publik.
Pilbup Pandeglang akan digelar September 2020, pencalonan bacalon pada KPU Daerah masih sekitar 4-5 bulanan, semua masih bersifat dinamis dan beberapa kemungkinan bisa saja terjadi. Menyambut hajatan politik akbar regional, Jaringan Pemilih Pandeglang (JPP) hadir sebagai sebuah gerakan kerelawanan politik yang memposisikan diri sebagai medium dari temperatur suhu politik di Pandeglang.
Jaringan Pemilih Pandeglang (JPP) adalah ruang bagi yang punya visi kolektif agar masyarakat Pandeglang punya ketajaman pikiran dalam menentukan pilihan. Urgensi madrasah politik atau political literacy (pendidikan politik) bagi masyarakat Pandeglang tidak bisa ditunda atau terpending.
Selama ini, mayoritas masyarakat hanya diikutkan pada gelaran campaign pasangan calon ataupun digiring ke tempat pemungutan suara untuk memilih pemimpin yang mereka tidak tahu bahkan tidak kenal sosoknya.Â
Publik Pandeglang hanya dimanfaatkan untuk mengarak dan memakai pernak-pernik pemberian dari pasangan calon. Sementara, hal-hal prinsipil semisal persoalan-persoalan politik kontemporer, pengetahuan publik Pandeglang belum menyentuhnya secara komprehensif.
Diskusi-diskusi politik yang dibangun oleh Jaringan Pemilih Pandeglang menabrak tembok-tembok pembatas tersebut. JPP menjadi mediator dari kegaduhan demokrasi jelang Pilbup 2020. JPP adalah keramaian ketika Pandeglang dihegemoni keheningan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H