Ketika menscroll portal berita nasional mata saya sedikit tertuju pada headline news yang tertera. Waketum Gerindra Ajak Tolak Bayar Pajak, Jika Prabowo Ditetapkan Kalah. Demikian judulnya.
Arief Puoyono menyerukan kepada masyarakat terkhusus pendung paslon 02 Prabowo-Sandi untuk tidak membayar pajak, jika Jokowi-Maruf ditetapkan sebagai pemenang oleh KPU RI pada pilpres 2019 ini.
Ia menilai bahwa jalannya pemilu kali ini tidak jujur dan adil, oleh sebab itulah dirasa patuh dan taat pada pemerintah dengan salah satunya bayar pajak tidak mesti dilakukan. Kecuali pemerintah yang dihasilkan oleh pemilu yang jujul dan adil baru bisa dan harus taat.
Saya kutip pernyataan Arief Pouyono di kumparan.com
"Salah satunya yaitu masyarakat yang tidak mengakui pemerintahan yang dihasilkan oleh pemilu yang tidak diakui untuk membentuk pemerintahan, punya hak untuk tidak menjalankan kewajiban untuk bayar pajak".
Berdasarkan hasil real count KPU hari sabtu ini, paslon 01 Joko Widodo-Maruf Amin memperoleh 55,85% suara. Sedangkan paslon 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendapatkan 44,15% suara yang telah terhimpun.
Ajakan Arief Puoyono pikir saya adalah bentuk dari ketidakpuasannya, sebab jika melihat hitung cepat (quick count) versi lembaga survey maupun realcount dari KPU RI pada pilpres 2019 paslon 02 kalah dari paslon 01, walaupun ini belum dinyatakan final.
Ekspresi Arief yang terkristal dengan mengajak boikot untuk tidak bayar pajak adalah seruan yang tidak arif.
Tidak lama setelah ajakan kontroversial itu mencuat ke publik dan menjadi topik utama dibeberapa media nasional, tanggapan atau respon dari beberapa tokoh muncul menyatakan ketidaksetujuannya terhadap seruan Arief Puoyono.
Justru salah satu komentar ini datang dari paslon jagoannya, Sandiaga Salahudin Uno cawapres 02, Sandiaga tidak begitu menanggapi serius ajakan dari Arief Puoyono.Â