Mohon tunggu...
Faizah
Faizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

consistency is the key

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Full Day School" Tetep Nyantri, Why Not?

10 Maret 2018   20:57 Diperbarui: 10 Maret 2018   21:05 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: almuttaqienbalikpapan.com

Masih hangat dibenak kita, kebijakan yang banyak menuai kontroversi bagi hampir semua kalangan masyarakat Indonesia, Full Day Scholl (FDS).Yaitu sistem belajar di sekolah dengan jam belajar hampir satu hari penuh dalam waktu 5 hari pada setiap minggunya. Banyak yang mendukung, tak kalah banyak pula yang menolak kebijakan tersebut diterapkan dengan beberapa pertimbangan.

Pihak yang pro beralasan bahwa mereka menjadi lebih tenang terhadap pergaulan anaknya karena berada di lingkungan sekolah dengan kegiatan-kegiatan positif. Para orang tua yang sibuk cenderung tidak bisa mengontrol anaknya secara penuh karena berbagai aktivitas baik untuk mencari nafkah atau yang lainnya.

Sedangkan para penentang kebijakan ini beranggapan bahwa Full Day Schooltidak tepat diterapkan karena dengan semakin lamanya jam belajar di sekolah, anak-anak menjadi kurang bersosialisasi dengan lingkungannya, waktu bersama keluarga menjadi terbatas, dan lain-lain.

Dengan berbagi pro dan kontra yang menyertai, saat ini Full Day School telah diberlakukan di beberapa instansi pendidikan. Karena memang pemerintah tidak mewajibkan seluruh sekolah untuk menerapkannya, hanya bagi yang menyanggupinya saja. Jadi tidak ada paksaan dalam penerapan FDS ini.

Lalu bagaimana dengan para siswa yang tidak hanya mengenyam pendidikan di sekolah formal saja, melainkan juga belajar di pondok pesantren? Apakah efektif dalam pelaksanaanya dari segi waktu dan kondisi psikis siswa/santri?

Siswa sekolah yang menerapkan sistem Full Day Schoolyang juga tinggal di pondok pesantren memiliki waktu belajar yang lebih lama dari siswa FDS biasa. Karena setelah ia belajar di sekolah seharian penuh, ia masih harus melaksanakan kewajibannya sebagai santri, yaitu mengikuti kegiatan mengaji di pondok pesantren. Belum lagi mengerjakan tugas dari sekolah. Sehingga banyak yang mengeluh kelelahan dan tak jarang tertidur saat mengaji karena tenaganya telah terforsir di sekolah selama seharian penuh. Akibatnya, kondisi psikis mereka menjadi terganggu dan akhirnya mengalami stress. Tanpa solusi yang tepat, kondisi tersebut lama-kelamaan akan semakin memburuk dan menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.

Cara yang bisa ditempuh untuk mengatasinya antara lain kesadaran untuk memanajemen waktu dengan baik sehingga semua aktivitas dapat terlaksana dengan efektif dan efisien. Mengatur waktu untuk beristirahat, makan, dan belajar yang tepat sangat penting agar kegiatan di sekolah dan dipondok dapat diikuti dengan baik.

Untuk masalah psikis, tidak dapat diabaikan. Siswa dapat memanfaatkan jasa dari para konselor di Bimbingan dan Konseling yang ada di sekolah. Dengan berbagi masalah pada konselor, mereka akan mendapatkan pengarahan untuk pemecahan masalahnya. Kapasitas koselor yang mampu memberikan masukan, saran, dan solusi dapat memberikan dampak yang cukup besar pada masalah siswa yang sekaligus menyandang gelar santri tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun