Mohon tunggu...
Faisya Kireidha
Faisya Kireidha Mohon Tunggu... -

iam an ordinary girl,,live in an ordinary world...:)\r\nwriting is my world...my soul..so help me to make it better...:)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

“Yu Sum” Itu Wonder Woman

22 Mei 2012   14:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:58 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1337697926527083087

Wajahnya terlihat masih segar meski usianya sudah lebih dari setengah abad. Hal itu mungkin karena dia sering bercanda dengan orang-orang disekitarnya. Meski beban hidup nya berat tetapi yu sum, begitu orang-orang memanggilnya, terlihat bahagia. Bagaimana tidak, di usia nya yang bisa dibilang sudah lanjut, tak seharusnya dia masih bekerja siang malam demi menghidupi keluarganya. Tak sedikit wanita yang seusia dengannya sudah menikmati masa pensiun di rumah, bersenda gurau dengan cucu, atau sekedar melakukan aktifitas-aktifitas sesuai hobi mereka.

Semua itu berbanding terbalik dengan kehidupan yu sum. Sebelum 10 tahun belakangan ini, yu sum adalah seorang ibu rumah tangga, yang meskipun tidak berlebihan tetapi hidupnya berkecukupan. Suami yu sum adalah seorang sopir truk antar kota antar provinsi yang bekerja pada sebuah pabrik garmen di kotaku. Mereka tinggal di sebuah rumah joglo yang mempunyai pekarangan yang luas. Rumah itu merupakan warisan dari orang tua yu sum yang dulunya seorang lurah. Karena kecintaannya akan bunga, maka tak heran pekarangan rumah nya penuh dengan warna warni bunga, sehingga menambah keasriannya. Tak jarang sewaktu aku masih kecil, sering bermain petak umpet disana bersama dengan anak sulung nya.

Yu sum dan suaminya dikarunia 4 orang anak. Kata ibuku, dulu yu sum sempat menjadi perawan tua karena telat menikah. Yu sum sebenarnya seusia dengan budhe ku, namun karena semua orang memanggilnya dengan sebutan “yu” (mbak ; jawa) maka itu memberinya kesan lebih muda. Anak sulung yu sum, teman dekatku, Retno, seusia denganku, baru  lulus SMA setahun yang lalu dan sedang kuliah di salah satu universitas negeri di Semarang. Anak keduanya, Joko, masih duduk di bangku kelas 2 SMA. Sedangkan dua anak lainnya, mbak Tari dan Mas Budi adalah anak tiri yu sum. Mbak Tari bekerja di counter HP, sedangkan Mas Budi bekerja sebagai buruh pabrik. Memang ketika menikahi yu sum, pakdhe Jarno adalah seorang duda beranak 2. Dia ditinggal istrinya yang menjadi TKW di Hongkong bertahun-tahun tanpa kabar.  Belakangan pakdhe Jarno mendapat kabar bahwa istrinya sudah menikah dengan majikannya di Hongkong sana. Setelah melalui proses perceraian secara hukum, pakdhe jarno dikenalkan pada yu sum oleh sodaranya. Tanpa ba bi bu, yu sum yang pada saat itu sudah menjadi buah bibir para tetangga karena menjadi seorang perawan tua, maka dia mengiyakan saja.

Kehidupan awal yu sum saat berumah tangga berjalan normal, bahkan bisa dibilang berkecukupan. Selain dari warisan orang tua yu sum yang seorang lurah itu, tetapi juga dari suaminya. Sehari-hari yu sum hanya sebagai seorang ibu rumah tangga yang mengurus semua kebutuhan suami dan anak-anaknya. Roda kehidupan memang tak selamanya berjalan mulus. Sampai pada saat dimana kehidupan yu sum harus berputar, yang semula di atas, menjadi turun kebawah.

Musibah itu bermula dari kecelakaan yang dialami suaminya saat bekerja. Pada saat itu pakdhe Jarno mendapatkan tugas mengantar bahan baku kain ke Semarang. Setibanya di Solo, dia mengalami kecelakaan hingga membuatnya menjadi cacat dan lumpuh permanen. Dari sanalah mau nggak mau yu sum harus menggantikan peran sang suami untuk mencari nafkah. Maka dari itu, dia berinisiatif untuk membuka warung kopi dan nasi jotos serta beberapa gorengan di sekitar stasiun kota. Jadilah ia sebagai tulang punggung keluarga.

Meskipun kehidupannya pas-pas an sekarang, namun bagi yu sum pendidikan amatlah penting. Dia sempat bilang padaku waktu aku bermain dirumahnya bersama Retno, “nduk, masio aku cuma lulusan SMP tapi anak-anakku kudu minimal sarjana” (nduk, meskipun aku cuma lulusan SMP tapi anak-anakku harus minimal sarjana). Dan yang tidak mengecewakan, Retno dan Budi selalu menjadi juara 1 di sekolah dan mendapatkan beasiswa, sehingga bisa meringankan beban bagi orang tuanya. Sering anak-anak yu sum menjadi inspirasi bagiku dan teman-teman ku yang lain,  karena meskipun hidup pas-pas an tetapi tidak menjadikannya patah semangat untuk menjadi lebih dan lebih. Pun nasehat dari seorang guru bahasa Inggris ku waktu SMA, yang kebetulan adalah wali kelas ku dan Retno masih terngiang di telingaku sampai saat ini. Beliau bilang “meskipun kalian “nothing” sekarang, tapi buktikanlah bahwa kalian suatu saat bisa jadi “something”.” Dan benar saja, Retno diterima kuliah di Fakultas kedokteran di Semarang dengan beasiswa, sementara Joko, sudah mendapatkan tawaran beasiswa untuk melanjutkan jenjang ke Perguruan Tinggi.

***

Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku dari belakang. Dan benar saja, dibelakangku sudah ada wanita paruh baya yang memanggil namaku dengan suara lirih.

“ Anisa ya?? kapan pulang nduk?” sapanya

“eehhhmmm, barusan, yu. Masih nunggu jemputan nih.” Jawabku masih dengan nada kaget. Ternyata yu sum  menghampiriku di seberang jalan. Dia juga merasa kalau aku perhatikan dari tadi.

“ Tadi aku perhatikan kamu melamun saja disini. Koq nggak mampir di warung yu sum saja, ditunggu disana saja nduk, nggak baik nunggu disini, banyak yang godain nanti.” Ajaknya dengan logat jawa kental.

Aku mengiyakan saja ketika yu sum mengajakku mampir ke warungnya di seberang jalan.  Disana kulihat banyak sekali laki-laki separoh baya dan beberapa pemuda. Hmm..ternyata warung yu sum sekarang semakin laris saja.

“ Mau minum apa nduk? Wedang jahe apa kopi tubruk? Biar badanmu anget habis perjalanan jauh.” Tawarnya

“ Ennggg,,,,gak usah yu, bentar lagi mas Danar datang.” Tolak ku halus.

“ Alaahh,,gak usah malu-malu nduk, Mas mu danar juga sering ngopi disini kok, nanti biar sekalian saja.”

“ Terserah yu sum saja kalau begitu.” Jawabku.

Kuseruput wedang jahe anget bikinan yu sum sambil sesekali kulihat wajah yu sum yang tetap menyunggingkan senyum kepada setiap pembelinya. Berkat kegigihan untuk menyukseskan anak-anaknya, dia rela bekerja siang malam di sisa usia nya. Perempuan yang dihadapanku ini bukan perempuan biasa, gumamku. Bahkan aku mempunyai cita-cita, jika kelak studi ku sudah selesai, dan aku menjadi seorang produser film seperti yang aku impikan selama ini, maka kisah yu sum ini akan menjadi cerita perdana yang akan aku tayangkan, agar dapat menjadi inspirasi bagi perempuan-perempuan lain. Ya! Bagiku yu sum adalah seorang wonder woman.

***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun