'Pulanglah ke Desa, Membangun Esok Hari, Kembali ke Huma Berhati'. Beberapa bait tersebut adalah bagian akhir dari puisi yang berjudul "Apa Ada Angin di Jakarta" karya Umbu Landu Paranggi".
Bait puisi tersebut memiliki arti cukup dalam dan bisa dijadikan motivasi bagi pegiat pembangunan desa. Sepertinya memang benar bahwa untuk mencapai ketenangan dan kesejahteraan, desa bisa dijadikan gerbang utama. Di desa bisa kita temukan berbagai kearifan lokal yang tidak bisa kita temukan di perkotaan. Bahkan di setiap desa memiliki kearifan lokal yang berbeda dengan desa lainnya. Setiap desa memiliki karakternya yang jika semua itu dikembangkan dan diberdayakan dengan baik, maka desa adalah primadona pembangunan Indonesia.
Indonesia memiliki potensi besar berjaya dengan kearifan lokalnya yang berakar dari desa-desa-desa yang ada. Salah satu bentuk potensi nyata yang sudah terbukti adalah desa wisata. Sebagai salah satu ragam wisata yang masuk dalam katagori culture tourism, terbukti bahwa ragam wisata ini merupakan salah satu wisata yang menarik turis mancanegara terbesar dibandingkan dengan ragam wisata lainnya.
Potensi yang tidak kecil ini harus mampu dimanfaatkan dengan semestinya karena akan memberi dampak yang luar biasa. Desa wisata hadir untuk membangun dan mensejahterakan masyarakat desa. Jika banyak desa yang mampu memanfaatkan potensi desanya, maka tentu saja sektor ini bisa menjadi sumber pendapatan warga desa serta menjadi kontributor perekonomian dan penyumbang devisa bagi negara.
Lantas, bagaimana cara mengembangkan desa wisata dan siapa saja penggeraknya agar cita-cita untuk mewujudkan desa wisata bisa tercapai? Apakah desa wisata cukup dibangun dengan menciptakan wisata pedesaan? Atau lebih dari itu? Check this out!
Wisata Pedesaan vs Desa Wisata
Berbicara mengenai desa wisata, salah kaprah jika bayangan yang muncul di benak pembaca sekalian hanya sebatas berwisata ke desa. Desa wisata bukan suatu aktivitas yang misal kita lakukan saat weekend, pergi ke puncak bogor, menikmati pemandangan, berfoto-foto kemudian pulang. Jika pembaca sekalian kebetulan pernah berlibur di daerah pedesaan yang asri dan indah, mungkin sebenarnya yang kalian lakukan adalah healing bukan pergi ke desa wisata.
Desa wisata lebih dari sekedar wisata pedesaan, yaitu terintegrasinya atraksi wisata yang dibarengi amenitas dan fasilitas. Selain itu, desa wisata juga terintegrasi dengan kehidupan masyarakat, bersatu dan harmonis dengan adat wisata. Desa wisata membaurkan para wisatawan dengan kegiatan alami warga setempat untuk merasakan wisata desa yang sebenarnya. Desa wisata tidak hanya menawarkan tempat untuk dikunjungi, berfoto dan pulang. Tetapi juga harus ada informasi, pengalaman, pengetahuan, dan ikatan yang terbentuk di benak wisatawan.
Dilihat dari sudut pandang warga lokal, desa wisata dipandang sebagai suatu pariwisata yang lahir dari, oleh dan untuk desa. Desa wisata tidak hanya sekedar mensejahterakan masyarakat desa. Komunikasi dan hubungan yang terjadi antara warga desa dan wisatawan yang datang juga untuk mencapai kesejahteraan yang sesungguhnya. Kedua pihak saling berinteraksi untuk berembira dalam kebersamaan dan bersama dalam kegembiraan. Nilai-nilai kearifan lokal tumbuh dan berkembang besar di desa dikemas sedemikian rupa agar bisa menjadi sesuatu yang bisa diperoleh wisatawan. Di desa wisata, wisatawan dapat merasakan secara langsung kearifan lokal, belajar berkegiatan seperti masyarakat, serta menikmati kesenian dan hasil kerajinan maupun kuliner warga setempat. Tentunya, di desa wisata sudah didukung dengan amenitas dan fasilitas lengkap seperti homestay, pusat belanja kerajinan dan akses lokasi yang mudah.
Pemuda Penggerak Desa Wisata