Mohon tunggu...
Faisol Abrori
Faisol Abrori Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa UIN KHAS Jember

Halo, saya mahasiswa jurusan Hukum Keluarga UIN KHAS Jember. Memiliki blog pribadi di www.faisol.id

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Undang-Undang Perkawinan dalam Realita yang Terjadi, Sudah Efektifkah?

19 Desember 2021   10:10 Diperbarui: 19 Desember 2021   16:21 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam hukum keluarga, pembahasan Undang-undang perkawinan selalu menarik untuk dibahas. Undang-undang No 1 Tahun 1974 Juncto Undang-undang No 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan, menyisakan sebuah tanda tanya besar, “Apakah Implementasi Undang-undang Perkawinan Sudah Sesuai di Indonesia?”

Perkawinan dalam Islam disebut sebagai “mitsaqan ghalidzan” yang artinya perjanjian yang kuat. Dan tentu perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh pemerintah ketika ingin mengatur tentang perkawinan sudah seharusnya tunduk dan mengikuti kemaslahatan umat. Kaidah fiqih menyebutkan ”tasharruful imam ‘alar ra’iyyah manuthun bil maslahah” (tindakan imam/pemimpin terhadap rakyatnya harus dikaitkan dengan kemaslahatan), tentu haruslah dibuat peraturan yang kuat juga, agar nikah tidak menjadi “permainan” belaka yang justru memberikan masalah baru bagi negara di kemudian hari.

Dalam hal ini, UU No 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-undang No 1 Tahun 1974 berisi aturan mengenai batas umur minimal baik calon mempelai laki-laki maupun perempuan, sama-sama harus berumur minimal 19 tahun. Lantas, bagaimana yang kurang dari ketentuan tersebut? Maka diperbolehkan melangsungkan perkawinan melalui dispensasi kawin. Tujuan diadakannya perubahan tersebut, agar menekan angka pernikahan anak Namun, apakah sesuai antara das sein (keadaan di lapangan) dan das sollen (peraturan yang ada)?

Melihat adanya regulasi ini, menyebabkan angka dispensasi kawin melonjak tajam, bahkan pada 2020 saja, angka permohonan dispensasi kawin meningkat 3 kali lipat. Penulis melihat adanya celah hukum yang muncul sebagai respon dari perubahan ini.

Yang pertama, adanya ketidaktegasan hukum. Bagaimana mungkin suatu negara ingin mencapai target tertentu, namun hukumnya saja tidak kuat? Dalam Undang-undang No 16 Tahun 2019 ini, memiliki opsi “dispensasi kawin” bagi calon mempelai yang belum mencapai usia tersebut. Bahkan, angka dispensasi kawin meningkat tiga kali lipat. Lalu, apa gunanya aturan mengenai batasan minimal perkawinan jika tidak diimbangi dengan sanksi yang tegas bagi pelanggarnya?

Kebijakan ini, haruslah dikaji ulang, mengingat tidak tercapainya maksud dari perubahan Undang-undang perkawinan, justru menimbulkan masalah baru, yakni lonjakan angka dispensasi kawin. Seharusnya, pemerintah memberikan penjelasan tentang akibat hukum yang tegas bagi pihak-pihak yang melanggar.

Kedua, ketika berbicara mengenai “perkawinan anak” seharusnya undang-undang perkawinan melihat atau mengacu pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak. Pada pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah menikah. Penulis berpandangan, pemerintah mengkaji ulang kebijakan batas minimal perkawinan, dan mempertimbangkannya untuk menaikkan menjadi 21 Tahun bagi kedua calon mempelai, searah dengan Undang-undang Kesejahteraan Anak.

Mengingat, banyaknya kasus kemiskinan, penelantaran anak, dan kesenjangan sosial lainnya, yang ditimbulkan karena kurangnya kematangan finansial, kestabilan emosi, yang dimiliki oleh seseorang yang menikah di bawah 21 Tahun.

Akhir kata, penulis berpandangan bahwa Undang-undang perkawinan masih belum maksimal dalam mencapai kemaslahatan umat, dan cenderung menciptakan problematika baru seperti lonjakan dispensasi kawin, dan akhirnya bermuara pada masalah klasik yang sama seperti sebelumnya, yakni kesenjangan sosial. Penulis menawarkan adanya pengkajian ulang yang lebih komprehensif tentang dampak yang akan ditimbulkan dari Undang-undang perkawinan tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun