Banyak pihak yang memprediksi jumlah pengangguran di Jawa Timur meningkat tajam seiring dibukanya gerbang pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Selain semakin ketatnya persaingan di bidang tenaga kerja akibat masuknya tenaga kerja asing, banyak perusahaan dan UMKM diprediksi gulung tikar karena tidak mampu bersaing dengan produk impor yang harganya jauh lebih murah.
Jumlah penganggur di Jawa Timur tahun 2014 mencapai lebih dari 843 ribu orang atau turun sekitar 35 ribu orang dibandingkan tahun 2013 (Hasil Olah Sakernas 2014, BPS Jawa Timur). Sedangkan sepanjang tahun 2015 sampai bulan Agustus, lebih dari 26 ribu karyawan yang terkena PHK di Indonesia. Di Jawa Timur, jumlahnya mencapai tiga ribu lebih karyawan. Hal itu disampaikan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakhiri di Istana Negara, Jakarta (www.detik.com, 2 September 2015). Di satu sisi, 14 ribu tenaga asing dari China, Taiwan, ASEAN dan negara lainnya dari Eropa dan AS, sudah masuk dunia kerja di Jawa Timur. Mereka tersebar di berbagai perusahaan seperti di bidang IT hingga konstruksi (www.detik.com, 2 September 2015)
Namun jumlah pengangguran diprediksi meningkat akhir tahun ini. Hal itu karena tekanan ekonomi global yang menggerus nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika sampai kisaran Rp. 14.137/ US Dollar (data Bloomberg Dollar Index tanggal 2 September 2015). Banyak perusahaan yang akhirnya tutup atau mem-PHK karyawannya. Itu sebagai langkah taktis akibat tidak mampu menanggung beban biaya produksi yang meningkat tajam, khususnya yang banyak menggunakan bahan baku impor atau transaksinya dengan uang dollar.
Di satu sisi, para buruh semakin gencar berdemo menuntut kenaikan upah dan menolak dilakukannya PHK oleh perusahaan. Hal itu tentu membuat pemerintah berpikir keras untuk menemukan solusi konkrit agar tidak terjadi gejolak di masyakakat.
Ketimpangan Jumlah Tenaga Kerja dengan Lapangan Kerja
Salah satu faktor produksi yang paling vital dalam kegiatan ekonomi adalah tenaga kerja. Bagi beberapa industri, biaya tenaga kerja mencapai 60% dari keseluruhan beban biaya produksi. Oleh karena itu, saat ini banyak perusahaan berlomba-lomba melakukan efisiensi tenaga kerja yang berujung pada tindakan PHK/ mengurangi jumlah pekerja.
Dari 38,61 juta jiwa penduduk Jawa Timur pada tahun 2014, sekitar 60,08% penduduknya berusia 15-54 tahun (Hasil Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, BPS RI). Artinya, lebih dari setengah penduduknya berada di usia produktif. Ini menjadi modal penting sekaligus juga tantangan bagi pemerintah Jawa Timur, bagaimana memaksimalkan jumlah penduduk yang melimpah agar terakomodir dalam lapangan kerja.
Namun potensi SDM yang sangat besar itu, tidak diimbangi kemampuan penyerapan tenaga kerja yang memadai. Masih menurut data yang sama, sampai Agustus 2014, hanya 66,89 % penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja. Kondisi ini diperparah dengan kualitas SDM Jawa timur yang diukur dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Timur tahun 2013 sebesar 73,54, dibawah angka IPM nasional yang mencapai 73,81.
IPM mencakup tiga dimensi dasar yang meliputi umur panjang dan sehat yang dilihat dari Angka Harapan Hidup (AHH), pengetahuan dilihat dari Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan yang terakhir kehidupan yang layak dilihat pengeluaran perkapita.
Untuk Jawa Timur sendiri, indeks AHH mencapai 70,37. Artinya kemungkinan hidup rata-rata masyarakat Jawa Timur sampai pada usia 70 tahun. Sedangkan indeks AMH dan RLS berturut-turut 90,49 dan 7,53 yang menujukkan lebih dari 90% masyarakatnya bisa baca tulis namun rata-rata sekolah hanya sampai kelas 1 SLTP/sederajat.
MEA Untuk Siapa?