Mohon tunggu...
Faisal yamin
Faisal yamin Mohon Tunggu... Nelayan - Belajar menulis

Seorang gelandangan pikir yang hobi baca tulisan orang

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Sampah, Sebuah Dilema yang Tiada Habisnya

20 September 2023   13:01 Diperbarui: 20 September 2023   16:13 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komunitas Ankam sedang bersih-bersih. Dokpri

"Bumi adalah tempat yang baik dan layak untuk diperjuangkan." - Ernest Hemingway, novelis.

Persoalan lingkungan adalah persoalan klasik yang tak ada habisnya. Dia seperti musafir yang terus berjalan dalam kelana. Bisa dibilang hampir setiap tempat memeluk keluh yang sama, tentang kondisi lingkungan dengan sampah yang masih menjeratnya.

Perilaku hidup, kesadaran masyarakat dan kurangnya partisipasi bersama untuk ikut memberantas sampah adalah indikator penting yang turut memperpanjang mata rantai persoalan ini. Jika kondisi ini terus berlanjut maka jangan harap kita mampu menekan rekor buruk sebagai negara penghasil sampah plastik terbesar ke 2 di dunia.

Maka saya kira apa yang disampaikan oleh Hemigway di atas sangatlah benar, bahwa kita haruslah berjuang untuk bumi, berjuang demi kebaikan tempat berpijak kita.

***

Beberapa minggu lalu pada suatu siang yang terik dan ceria, di teras rumah, Rahma perempuan cantik bermata sayu dengan antusias bercerita kepada saya. Dia menceritakan tentang kegiatan bersih-bersih yang baru saja dilakukannya bersama dengan teman-temannya.

Dia bilang berbekal sarung tangan dan karung, mereka kemudian menyusuri setiap selokan untuk memungut sampah, lalu turun lagi ke pesisir pantai, kemudian menyambangi pojok-pojok tertentu diseputaran taman kota Ternate yang tidak bisa dijangkau oleh petugas kebersihan.

Sampah yang dipungut pun berfariasi, ada sampah plastik seperti bungkus makanan, kertas kresek, botol air. Ada juga sampah sisah makanan, dahan dan ranting yang tersangkut diruas selokan dan sampah-sampah rumah tangga lainnya.

Komunitas Ankam sedang bersih-bersih. Dokpri
Komunitas Ankam sedang bersih-bersih. Dokpri
Rahma menjelaskan bahwa sampah-sampah yang telah dikumpulkan itu di masukan ke dalam karung, lalu di bawa ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) terdekat. Dia juga menjelaskan, sampah yang sudah dipaking dalan karung sudah di pilah terlebih dahulu agar nanti ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tidak menyulitkan para petugas proses pemilahannya.

"Lelah si pasti, tapi ya mau bagaimana lagi, sudah jadi tanggung jawab kita bersama untuk bantu memberantas sampah di Kota Ternate." Ujarnya

Dia lalu mengandaikan bahwa jika setiap pengunjung taman yang berkunjung, relah menyisipkan waktu sebentar untuk ikut berpartisipasi memungut sampah, maka dia meyakini volume sampah di kota Ternate perlahan akan menurun. Ini karena menurutnya proses penangananya cepat dan tanggap, sehingga para petugas mungkin tidak kesulitan menjangkau sampah di ruang-ruang yang tidak bisa mereka jangkau.

Namun nyatanya kita harus mengakui, bahwa krisis akan kesadaran merawat lingkungan masih jadi belenggu dalam diri. Hampir setiap kita terkesan cuek dan seperti tidak mau tahu.

Hal sederhana yang kita amati terhadap perilaku masyarakat yang ada di bantaran kali mati (barangka). Mereka lebih memilih buang sampah didalam kali dari pada harus menentengnya untuk diletakkan di TPS yang telah disediakan.

Dokpri
Dokpri
Alhasil setiap kali mati seakan menjadi Tempat pembuangan sampah sementara (TPS) bagi masyarakat dibantaran kali. Nantinya jika musim penghujan tiba, sampah ini akan hanyut lalu berakhir dipesisir pantai yang punya efek buruk bagi ekosistem laut.

"Nyatanya sampah bantaran kali juga menjadi sumbangsi terbesar sampah yang ada dipesisir pantai." Ujarnya.

Ketika ditanya soal jadwal, Rahma menagatakan, dia dan teman-teman biasa melakukan kegiatan bersih-bersih pada hari minggu. Dimulai pada pukul 06:00 sampai dengan pukul 10:00 wit saat matahari benar-benar terik.

Bagi saya ini adalah perilaku luar biasa yang dicontohkan oleh mereka. Disaat anak-anak muda yang lain memilih menutup mata dan telinga menikmati hari libur, tapi tidak dengan mereka. Iya, mereka memilih jalan sunyi lalu bercumbu dengan sampah-sampah itu, tak peduli bau menyengat menikam sampai ke rongga hidung.

Rahma adalah salah satu dari sekian anak muda yang tergabung dalam komunitas yang dinamakan anak muda sadar sampah (Ankam). Sebuah komunitas yang jika dilihat masih belia usianya, tapi gebrakannya dalam kampanye dan gerakan nyata tidak main-main. Sudah berbagai tempat mereka sambangi dan bersikan.

Ankam sendiri merupakan komunitas yang dibangun untuk melakukan kampanye gerakan sadar sampah. Mereka bertujuan untuk mengajak seluruh masyarakat kota Ternate bersama-sama peduli dan menjaga keindahan kota Ternate. Dan hal itu diawali dengan tidak membuang sampah sembarangan dan mau mengangkat sampah yang berserakan di tempat umum.

"Tujuan kami cuman satu, hanya untuk melihat wajah kota bersih dari sampah." Akuhnya.

Jika dilihat memang Ankam tidaklah sendiri, ada juga beberapa perkumpulan atau organisasi yang memiliki tingkat kepedulian yang tinggi akan lingkungan. Tapi saya rasa itu belum cukup untuk menggugah kesadaran masyarakat. Harus dibutuhkan lagi wadah dan orang-orang yang memiliki sikap heroik seperti mereka. Iya, yang rela mengorbankan waktu dan tenaga untuk merawat bumi.

Pembersihan pantai kastela oleh beberapa organisasi. Dokpri
Pembersihan pantai kastela oleh beberapa organisasi. Dokpri
Maka sampai disini saya kira sudah saatnya kita berjabat tangan melakukan edukasi, sosialisai dan gerakan nyata tentang sadar sampah. Kegiatan tersebut harus gencar dan terus dilakukan untuk menumbuhkan lebih banyak kesadaran terhadap pentingnya menjaga lingkungan agar tetap lestari.

Saya meyakini, setiap hal yang dilakukan akan menjadi kebiasaan. Jadi tak salah lagi kita harus bereksperimen sebanyak mungkin sebab kata Ralph Waldo Emerso bahwa, Semua kehidupan adalah eksperimen. Semakin banyak eksperimen yang kamu lakukan, semakin baik.

***

Indonesia memang bukanlah negara dengan konsumen sampah plastik tertinggi di dunia. Mungkin perilaku kita sebagai masyarakatlah yang menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil sampah plastik tertinggi ke 2 di dunia.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang bersumber dari media kompas, total sampah nasional sebesar 68,5 juta ton dimana 11,6 juta ton diantaranya merupakan sampah plastik pada tahun 2022.  

Tim nasional pengendalian sampah laut juga mengestimasi bahwa sekitar 615 ribu ton sampah terbuang ke lautan Indonesia hingga laut dunia pada 2018. Tentu ini menjadi catatan penting bagi kita semua, bahwa sampah yang mengendap dilaut dengan cepat akan merusak ekositem laut. Nantinya para biota laut akan terpapar mikroplastik yang tentunya berdanpak buruk jika dikonsumsi jangka panjang.

Kendati Indonesia adalah negara sebagai penghasil sampah plastik tertinggi ke 2, nyatanya impor sampah plastik sampai saat ini masih terus dilakukan.

Data dari katadata.co.id, Indonesia menjadi salah satu importir sampah plastik terbesar di dunia. Pada 2020, impor bersih sampah plastik Indonesia mencapai 138 ribu ton. Sementara data dari UN Comtrade, negara asal impor sampah plastik terbesar Indonesia adalah Belanda. Indonesia mengimpor 51,5 ribu ton sampah plastik dari negara tersebut.

Selanjutnya, Indonesia mengimpor 37,54 ribu ton sampah plastik dari Jerman dan 17,1 ribu ton sampah plastik dari Slovenia. Impor sampah plastik dari Amerika Serikat tercatat sebesar 16,4 ribu ton. Indonesia juga mengimpor sampah dari negara tetangga Singapura. Impor sampah ini mencapai 13,27 ribu ton.

Lantas apa sebabnya sampai indonesia harus mengimpornya?

Impor sampah plastik yang dilakukan tersebut adalah untuk memenuhi pasokan kebutuhan produksi sampah plastik olahan didalam negeri.

Ini karena proses penanganan sampah kita yang masih buruk. Rata-rata sampah yang masuk ke TPA masih random atau campur aduk sehingga terkesan lamban proses pemilahannya. Maka proses pemilahan baiknya dimulai dari rumah atau di TPS yang tersedia, sehingga pengelolaan sampah kita bisa lebih baik.

Berdasarkan data yang diakes dari Visual
Capitalist, Indonesia masuk dalam
peringkat ke-7 sebagai negara yang
mengimpor sampah plastik paling banyak
di dunia pada 2020, dengan total impor
mencapai 233.926.526 kilogram, (mediaIndonesia.com).

***

Pada suatu pagi yang basa, disaku handphone saya memekik. Rupanya sebuah pesan singkat dari Rahma.

"Kak, minta data soal produksi sampah di kota Ternate."

Saya mengenghela napas,

"saya tidak punya data falid soal itu."
"Baiklah, sebentar jadi dong ikut?"

"Ikut kemana?"

Dia tidak membalasnya, beberapa saat kutunggu.

Dan, "Ikut ke pantai lah, sebentarkan ada jadwal bersih-bersih tu. Kita bersihkan sampah dan dilema yang tidak ada habisnya."

Ah rupanya itu, kukira ikut bersamanya membangun hubungan yang lebih serius.

Mateketen, 20/09/2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun