Dalam prosesnya, beliau menuntun kami satu persatu. Tangan kami di genggam lalu di arahkan untuk menuliskan huruf-huruf itu. Kegiatan itu di ulang-ulang sampai kami bisa menuliskannya dengan sendiri dan menghafalnya. Tak lupa beliau memberi apresiasi dan hadia bagi siapa yang sudah bisa.
Setelah lancar menulis huruf kapital, kami lalu di kenalkan lagi dengan huruf kecil. Prosesnya sama seperti yang di lakukan sebelumnya. Tangan kami di arahkan dan di tuntun sampai benar-benar lancar dan tidak kaku. Setelah kami semua sudah lancar menulis huruf kapital dan huruf kecil, barulah kami di perkenankan untuk naik tingkat.
Kami belajar merangkai huruf menjadi kata, lalu kata menjadi kalimat. Encik Hamimah adalah satu dari sekian guru kami yang terbilang sabar. Kegigihan dan kesabaran beliau hingga ketika kami duduk di kelas tiga, menulis bagi kami sangatlah muda.
Kini hal yang sama juga di gunakan oleh Ujud sang kepala sekolah. Metode dan teknik juga masih tetap bertahan sampai sekarang. Seakan cara tersebut adalah sebuah keharusan disini dalam mengenalkan dan menuntun anak-anak menulis.
"Cara ini sudah di gunakan oleh guru-guru terdahulu. Mereka mewariskannya lewat pembelajaran yang kami peroleh seperti sekarang. Pembelajaran yang mudah namun butuh kesabaran dari kita." Ujar Ujud saat di suatu kesempatan saya berdiskusi dengannya.
Bagi saya ini warisan pembelajaran yang harus dilesatrikan. Saya tidak bisa merincikan berapa banyak orang-orang yang telah berhasil dengan pembelajaran menulis ini. Jelasnya bahwa sudah banyak jika merujuk pada keterangan pak Ujud tersebut. Karena dari tangan dan didikan beliau, sudah puluhan generasi.
Mengenai pola gergaji yang di buat, dia menjelaskan bahwa itu hanya proses latihan untuk melenturkan jari jemari dari kekakuan. Karena menulis sendiri adalah gerakan tangan sehingga tangan yang kaku pasti akan mengalami kesulitan dalam pembelajaran.
"Hanya latihan, biar tangan-tangan anak-anak lentur dan lancar." Dia menjelaskan.
Mendengar ucapanya, saya jadi ingat Dr Maria Montessori dengan latihan panca idera atau zintuigoefeningen yang jadi salah satu pokok dalam sistemnya. Dimana maksud dari sistem itu adalah memajukan kecakapan seluruh panca indera untuk membantu kemajuan fikiran anak-anak.
Kendati begitu, menurutnya tidak menutup kemungkinan ada banyak cara dan teknik yang lebih baik dalam melatih dan mengajari anak-anak menulis. Karena sejatinya itu hanyalah proses kreativitas yang di bangun oleh seorang guru. Terpenting adalah selagi siswa nyaman dan gembira melakukan pembelajaran itu maka metode atau cara akan di pertahankan.
Sebagaimana menurut Ki Hajar Dewantara bahwa pengajaran dalam pendidikan adalah bahwa hidup tumbuhnya anak-anak itu terletak di luar kecakapan atau khendak kita kaum pendidik.