Mohon tunggu...
Faisal yamin
Faisal yamin Mohon Tunggu... Nelayan - Belajar menulis

Seorang gelandangan pikir yang hobi baca tulisan orang

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tahun Kesedihan

3 Juli 2021   08:05 Diperbarui: 3 Juli 2021   08:12 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Erupsi Gunung Kie Besi. Tinggi Kolom asap mencapai 10 km, Willem Rohi 1988 Dok. Volcanological Survey of Indonesia 

Suatu pagi yang sunyi
Di sebuah gubuk tua
Sepasang kekasih duduk di beranda
Menata potongan harapan yang tersisah
Sembari mengurai dingin yang menggema
Dengan kata puitis mengundang bahagia

Tapi siapa sangka
Waktu terlalu singkat buat mereka
Panas cepat mengurai dingin
Potongan harapan itu raib tidak tersisah
Bahagia lari berserabutan sisahkan nestapa

Pagi itu jadi petaka
Banyak air mata keluar di pelupuk mata
Banyak harapan hilang seketika
Banyak cita-cita terbunuh percuma
Banyak langkah terlunta-lunta

Pagi itu, Kie Besi mengamuk
Tiga kali dentuman keras mengelegar
Asap tebal keluar dari mulut kawa
Lava membakar cengkeh dan pala tanpa sisah
Debu keluar menimbuni semua
Seketika semua raib di buatnya

Pagi itu jadi muram juga suram
Semua hal di luluh lantahkan
Tidak ada lagi yang berharga selain nyawa
Di tanah itu, imigrasi besar-besaran
Terpaksa semua harus di tinggalkan

1988 jadi tahun kesedihan juga kepedihan
Himbauan bahaya di keluarkan
Banyak manusia di pengasingan
Menjalani hidup di tanah orang
Dengan trauma yang sangat dalam

Di tanah tua itu banyak yang hilang
Ranting Cengkeh, pala dan kenari tempat mengantung cita-cita dan harapan raib tanpa tunas.
1988 jadi tahun kepedihan sekaligus tahun yang di kenang.

Tingkat, 3 Juli 2021.
(Mengenang letusan dasyat Kie Besi pada 29 Juli 1988). 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun