Gerakan feminisme pada awalnya bertujuan untuk kemudian menuntut persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dari ketertindasan. Beberapa tokoh atau mungkin setiap tokoh feminisme memimpikan hal yang sama, yakni "kebebasan" sebagaimana yang disampaikan Umi Sardjono dan Rosa Luxemburg.Â
Namun, hal ini kemudian sangat ironis. Sebab ditengah perjuangan kaum Feminis terjadi pergeseran yag semakin jauh dari tujuan awalnya. Feminisme yang awalnya hendak membebaskan, justru kemudian menjelma sebagai bentuk penindasan dalam wajah baru untuk kaum perempuan.
Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan kapitalis kini kiaan pesat dan telah masuk pada setiap lini kehidupan. Maka konsep awal yang dibangun dan menjadi keinginan kaum feminis, itu kemudian diterpa begitu hebat layaknya diterpa oleh badai yang begitu dahsyat. Alih-alih melakukan pembebasan sedari awal, kini mulai cenderung untuk menyesuaikan diri dengan ideologi besar itu, yakni Kapitalisme.
Dalam One Dimensional Women bukunya Nina Power, ia mengatakan; bahwa dalam era kapitalisme neoliberal saat ini, apa yang kemudian menjadi definisi itu pasti ditentukan oleh selera pasar. Cita-cita feminispun cenderung mengalami pergeseran makna, bukannya lagi untuk membebaskan perempuan dari jeratan patriarki dan kapitalisme yang saling berkaitan. tetapi kemudian untuk membebaskan perempuan dari beban "tidak bisa membeli ini dan itu". Inilah yang disebut Feminisme Konsumerisme.
Mereka (kaum kapitalis) telah berhasil merekonstruksi bahkan mereduksi nilai tentang penindasan dan kebebasan itu untuk perempuan. Kebebasan perempuan kini adalah ketika dia (perempuan) bisa mendapatkan apa saja yang ingin dia konsumsi (dipakai, makan, dll). Dan mirisnya, hal ini dianggap sebagai sesuatu yang normal bahkan wajar-wajar saja oleh perempuan. Begitu gencarnya mereka (kaum kapitalis) membangun citra lewat media dan turut melanggengkan hal ini.
Dengan cara memanfaatkan patriarki yang telah mengakar dengan sangat kuat dalam masyarakat, Kapitalisme memberikan berbagai ilusi untuk perempuan yang dimana dengan demikian perempuan tidak akan merasa menjadi objek dari komodifikasi. Ilusi yang dilancarkan dengan menggunakan berbagai jargon seperti "itu pilihanmu", "kamu berhak menjadi apa saja", atau "yang terpenting adalah bagaimana kamu merasa sexy" dan sebagainya. hal ini yang dijalankan kapitalisme, sehingga dalam kenyatannya seringkali mereka (perempuan) tidak menyadari bahwa dirinya telah dijadikan sebagai komoditas (barang dagangan).
Sebagai contoh ; ketika perempuan diperankan dalam video clip atau dijadikan bintang iklan, ia menikmati saja eksploitasi yang dilakukan pada dirinya, sebab mereka (perempuan) menganggap bahwa itu adalah kebebasannya. Kebebasan untuk menampilkan tubuhnya dan mengekspresikan dirinya. sedang kapitalis dibelakangnya asik tertawa sambil meraut keuntungan dengan cara tadi, menjadikan tubuh perempuan sebagai komoditi bahkan metakomoditi.
Hampir setiap standarisasi atau sesuatu yang idealnya bagaimana perempuan dibentuk oleh kapitalis. Misalnya saja, belakangan ini sebagian besar kaum perempuan berlomba-lomba membeli "Skincare" demi dan untuk membuat wajahnya terlihat lebih "Glowing". Padahal dulu, perempuan tetap cantik walaupun tidak dalam keadaan glowing. Nah, lantas kenapa kemudian cantik sekarang diidentikkan dengan berwajah glowing ? Sederhananya saya berpikir bahwa, karena hal itu yang menghasilkan keuntungan lebih banyak untuk kapital hehehe.
Lantas, apa yang mesti dilakukan ? Tentu bukan berusaha melepaskan diri dari kapitalis, karena hal itu adalah hal yang SANGAT sulit untuk kita lakukan dengan kondisi sekarang ini. Tetapi kemudian, untuk sekarang yang bisa kita lakukan hanyalah meminimalisir dan mengimbangi asupan-asupan intelektual pribadi agar jatuhnya tidak termakan doktrin hehe.
Pernah tidak perempuan berpikir bahwa ketika ia memakai bedak, lipstik dan segala peralatan mempercantik dirinya barang tersebut dari mana ? Bagaimana ia muncul ? Siapa pembuat atau yang mencetuskannya ? hehe.
Semua upaya seolah hanya untuk dirinya dilirik, tiba-tiba ada yang mebuat lirik. Dilirik-lirik hanya romantisme physical, tiba-tiba dirinya berkata ; Kakak kita so suka kaweng auuu' (dan tanpa berpikir panjang sekaligus konsekuensi yang harus diterimanya).