Gelap yang penuh harap!
Kugerakan pena selaras dengan gerakanmu
Kutuliskan pesan seirama dengan emosimu
Kapada Yang Maha Indah kupersembahkan,
Tarian-tarian pena penuh penghayatan
Di panggung beribu pasang mata menyaksikan
Bagaimana pena usangku menari untuk mencritakan.
Malam itu, suara laut mengiringi tarian penaku. Di sebuah desa kecil, di ujung timur Jawa yang syahdu dengan hiasan lintang gemerlap atas nama keindahan. Aku berkata dalam hati, “Penaku menari malam ini, saksikanlah dalam mimpi.”
Januari yang penuh nostalgia, mungkin esok, bukan kini. Jika cita berujung nyata maka cinta menyambut jiwa. Namun, jika cita berujung luka maka cinta tak akan binasa.
Malam penuh doa. Kupersembahkan kepada jiwa di sana. Engkaulah Sang Pencipta, kuminta ia raga dan sukma. Rangkaian kata-kata mungkin usang, sekarang. Tak lagi zamannya untuk mahar penebus harap. Tapi, kini, malam ini, kuserahkan kepada-Mu sesuatu yang tak bisa dituturkan dengan lugas dan tegas. Puisi mungkin bisa memberi pengertian, tapi puisiku tak cukup dengan kata-kata.
Aku melihatnya dengan mata-Mu, aku merasakannya dengan hati-Mu, aku mendengarkan suaranya dengan telinga-Mu.