Makan hati. Sekali lagi saya harus relakan ilmu yang saya pelajari berbuah perang dingin. Saya punya peralatan tajam yang bisa saja merobek urat nadi. Tapi mereka punya senjata penumpul perkakas tajam yang saya miliki.
Bayangkan, setahun lebih dua belas hari saya berlatih menggunakan senjata. Gunting. Mulai dari memegang, menggerakkan ibu jari, menduetkannya dengan suri, dan menggasak rambut orang-orang dekat saya yang tak jarang berakhir dengan umpatan geli.
Bahwa kemampuan dan kesaktian saya tidak berlaku justru bagi lawan yang awam. Yang memiliki pandangan dan referensi aneh tentang gaya rambut.
Memang, saya percaya bahwa rambut adalah organ vital manusia. Bicara keindahan, salah satunya kau akan menemukannya di sana. Di setiap helainya adalah pundi-pundi estetika. Tentu saja tidak begitu saja adanya, namun pastikan setiap helai rambutmu jatuh ke pemilik gunting dan suri yang tepat.
Rambut mungkin bukan prioritas utama saat ini, tapi percayalah, bahwa pada akhirnya nanti engkau akan berada pada titik di mana rambut menjadi pusat perhatianmu. Ya, estetika, saya tahu kau sudah menebak sebelumnya. Bahwa estetika adalah tahap tertinggi dari sebuah proses.
Jika telah melakukan apa yang seharusnya, maka kau akan melakukan yang sepantasnya, selanjutnya kau akan melakukan yang selarasnya. Keselarasan adalah penyatuan. Semacam harmoni. Sangat indah. Jika di musik, Mozart adalah contoh yang baik.
Maka tak heran bahwa beberapa pemain bola dunia menjadi kiblat gaya rambut dunia. Salah satunya adalah David Beckam. Letak keindahan Beckam tidak hanya di skill bermain bolanya, tetapi juga di dalam sosok raganya, maksud saya rambutnya. Atau Zain Malik, musisi ganteng itu, dengan rambut spike-nya boleh juga jadi contoh.
Tidak ingin terlalu lebar membahas potensi estetika rambut. Kalau dijelaskan, ujung-ujungnya kau akan kubawa ke hayalan yang tak pernah habis. “Hingga bila-bila”, kata sastrawan Melayu kuno.
Barbershop Menjamur
Kita tahu betapa menjamurnya barbershop saat ini. Polesan interior ala Perng Dunia II hingga model satanic ala neraka-nerakaan gitu. Tak jarang, tempat-tempat pemotong bulu tersebut disandingkan dengan kafe berlampu kekuning-kuningan.
Referensi-referensi yang dibawa pun impor. Jika dulu kita puas dengan model kuncung, cepak, dan rapi, maka sekarang model-model begitu sudah terlalu usang. Kecuali ada faktor-faktor tertentu, misalnya seorang aparat yang wajib punya kepala kotak. Dalam hal estetika tubuh, inilah kategori “seharusnya.”