Mohon tunggu...
Faisal L. Hakim
Faisal L. Hakim Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Penikmat harmoni

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

LGBT, Eksekusi dan Legislasinya

19 Februari 2016   00:38 Diperbarui: 19 Februari 2016   00:48 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alan Turing, sebagaimana dikisahkan dalam film The Imitation Game yang berhasil memecahkan kode enigma Nazi yang rumit itu dengan mesinnya, membuat saya kagum akan kejeniusannya. Terlebih, saat itu, kode enigma Nazi yang digunakan sebagai media komunikasi perang begitu sulit dipecahkan. Bahkan, katanya, mustahil untuk diterjemahkan musuh.

Konon, menurut perkiraan para ahli, Mr. Turing telah menyelamatkan kurang lebih dua juta jiwa karena alat buatannya. Selain itu, juga memangkas waktu perang selama dua tahun. Melalui alat pemecah kode enigma itu, ia telah berperan besar dalam penumbangan Nazi oleh sekutu.

Tak beruntung baginya bahwa regulasi di Inggris pada saat itu mengharamkan homoseksual. Ia menjalani hukuman terapi hormon dan harus berhenti mengejar hasratnya untuk menciptakan alat komputasi digital karena izin keamanannya ditarik. Sebab itu ia harus mengakhiri sendiri kehidupannya pada 7 Juni 1954.

Manusia dan Penyimpangan Seks

Kesadaran manusia sebagai subjek atas dunia dan isinya sudah tidak bisa dipungkiri. Bahkan, manusia menjadi subjek atas dirinya sendiri. Pastinya, sebagai subjek, ia memiliki kuasa atas objek. Karena itu, terjadilah tindakan aktif di mana manusia menyadari bahwa ia memiliki akal yang sangat sempurna untuk melakukan sesuatu atas sesuatu.

Tersadarinya bahwa manusia adalah subjek, membuat menusia memiliki hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban merupakan unsur luar yang akan diinput setelah manusia lahir. Hati dan otak menjadi hardware yang akan diinput berjuta-juta terabyte hak dan kewajiban dengan berbagai macam bentuknya.

Hati dan otak sebagaimana eksekutif dan legislatif. Hati mengajukan proposal setiap waktu kepada otak. Proposal-proposal tersebut begitu bervariasi, baik yang ke arah negatif maupun positif. Otak dan pikiran yang sehat, tentu saja akan menyeleksi proposal-proposal dari hati sesuai kaidah-kaidah tertentu yang dianggap baik dan diyakini benar.

Selanjutnya, kaidah-kaidah tersebut bisa beragam bentuknya. Salah satu contoh: ada yang menghalalkan babi, ada pula yang mengharamkan, begitu juga dengan persoalan hijab. Sesuai dengan input data dari luar diri, yaitu lingkungan, agama, budaya, dan sebaginya yang diyakini atau kebetulan disepakati oleh individu.

Akhirnya, latar belakang individu tidak bisa dikesampingkan, jika kita ingin tahu bagaimana ia menjadi demikian dan demikian. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah bahwa regulasi-regulasi seentah apa pun itu, pasti mengandung unsur kebaikan yang bisa diterima oleh hati dan disahkan oleh otak.

LGBT, pada dasarnya terbentuk atas pengalaman beberapa individu yang berani menerjang legitimasi atau pengesahan otak dan akal sehat. Dari sini, saya bahasakan hati sebagai hasrat. Sebab, hasrat lebih dekat ke hati daripada ke otak.

Hasrat, mewakili hati, mengajukan proposal untuk mengesahkan bahwa lesbi atau gay itu baik. Dengan berbagai alasan yang seolah-olah benar kepada otak. Misalnya, “ini adalah hak azasi manusia, wahai otak, dan juga saya tidak pernah meminta kepada Tuhan untuk meyukai sesama jenis, tetapi Tuhan yang memberi saya perasaan demikian”.

Otak pun menolak, tetapi hasrat menerjang kaidah-kaidah dan tidak taat terhadap akal sehat yang dikandung otak. Padahal, otak memiliki dasar-dasar jelas yang diimpor dari dunia luar, seperti syariat agama dan norma sosial. Apa daya, otak tak sanggup berbuat banyak. Saya yakin, seorang pembohong, pada akhirnya akan stress dan gila karena otak mereka akan error disebabkan oleh ketidakcocokan tindakan dengan apa yang seharusnya dilakukan.

Atau, jika tidak gila, otak akan dengan cepat beradaptasi bahwa “kata hati saya adalah kebenaran, tidak ada salahnya saya menyukai sesama jenis, ini adalah HAM” misalnya. Jika sudah merasa berhasil menerjang regulasi-regulasi otak, tugas selanjutnya adalah menerjang regulasi-regulasi sosial dan hukum di masyarakat. tentunya dengan senjata wacana yang seolah-olah benar tadi.

Kemanusiaan: Melawan LGBT vs Kampanye LGBT

Manusia bisa dikatakan ideal ketika ia tahu apa yang ia lakukan. Permasalahannya, saya menilai bahwa LGBT tahu apa yang dilakukan, tetapi dengan menodai regulasi otak dan akal sehat. Sehingga terjadi arus perlawanan dari luar yang sangat kuat terhadap kampanye LGBT. Artinya, hal itu mengindikasikan bahwa bangsa Indonesia secara umum masih berpikiran sehat!

Berbeda dengan negara yang menghalalkan LGBT, Amerika misalnya, yang otak dan akalnya kelah dengan tawaran hasrat berupa kebenaran-kebenaran semu, seperti HAM, manusiawi, dan sebagainya. Proposal yang ditawarkan oleh hasrat kepada otak telah tersahkan sedemikian rupa. Karenanya, LGBT menjadi sebuah kebenaran umum sehingga memiliki sifat wajar dan halal baik secara sosial maupun hukum negara.

Permasalahannya, Indonesia merupakan negara yang memiliki wakil-wakil atas rakyatnya. Yang saya khawatirkan adalah para wakil-wakil rakyat tersebut tidak bisa membendung kampanye LGBT secara hukum sehingga terjadi sebuah legalisasi LGBT. Sebab, pengkhianatan wakil-wakil rakyat terhadap rakyatnya, seperti korupsi, misalnya, masih terus berlangsung hingga hari ini.

Memang benar, yang harus ditentang bukan manusianya, tetapi tindakan dari pelaku LGBT tersebut (hubungan sejenis dan kampanyenya). Kasus Mr. Turing di preambule wacana ini adalah ilustrasi yang menurut saya bisa diambil hikmahnya.

Mr. Turing yang seorang homo pada kenyataannya memiliki andil besar terhadap reduksi jatuhnya korban melalui alatnya. Meskipun homo, sudah selayaknya ia mendapat apresiasi atas karyanya yang luar biasa itu tanpa melihat latar belakangnya.

Namun, kerajaan Inggris tidak melihat bagaimana kontribusi besar Mr. Turing sehingga ia diberhentikan dari pekerjaan sekaligus cita-citanya untuk menciptakan alat komputasi digital masa depan lantaran diketahui Mr. Turing seorang homoseksual.

Pola pikir di atas hendaknya harus dihindari dalam menyikapi penyakit LGBT ini. Perlawanan ditujukan kepada tindakan kampanye LGBT, bukan orangnya. Salah satu solusinya adalah menetapkan perundang-undangan dilarangnya kampanye LGBT di Indonesia.

Dengan berani memberi ketetapan hukum tegas, dengan foks tindakan kampanye LGBT, saya katakan bahwa pemerintah Indonesia memiliki akal sehat senantiasa. Sebab jika tidak, sama halnya pemerintah mengesahkan kegiatan zalim dan tidak masuk akal. Sementara zalim saya batasi pada pengertian tidak menempatkan sesuatu pada tempat yang seharusnya, homoseksual dan lesbian, misalnya.

Pencegahan Personal

Keselarasan antara hati dan otak dalam mengambil sebuah tindakan adalah hal yang mutlak. Paling tidak, dengan begitu, manusia akan memiliki tingkat akurasi tinggi dalam mengambil keputusan.

Jika hati mengingini sesuatu, kemudian otak menolak karena beberapa pertimbangan, jangan lakukan. Sebaliknya, jika otak berpikir dan berusaha sekeras apa pun untuk memecahkan masalah, tanpa disertai keyakinan yang bersemayam di dalam hati juga akan sia-sia.

Karenanya, manusia terbagi menjadi dua, lahiriah dan batiniah. Lahiriah adalah sesuatu yang tampak di mana ada kenikmatan-kenikmatan dengan cara mengeksplorasi tubuh. Sedangkan batiniah adalah pengendali tubuh untuk mengarungi kehidupan sehingga terpahami bahwa tubuh layaknya wadah atau kendaraan.

Jika keseimbangan-keseimbangan di dalam diri tersebut bisa terjaga, niscaya kita semua tidak akan tergolong sebagai kaum-kaum yang melampaui batas. Atau bahasa jawanya kebacut.

Untuk itu, perlu kiranya kita input sebanyak-banyaknya nilai-nilai baik itu agama maupun norma yang berkembang di tengah masyarakat sebagai kedigdayaan otak menghadang pengajuan proposal hasrat yang seolah-olah benar.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun