Ceruk pasar millenial kini jadi primadona. Para pelaku bisnis berlomba melirik segmentasi millennial sebagai target pasar. Generasi Y ini memang kini bak cendawan di musim hujan. Beberapa riset memprediksi tahun 2020 adalah masa keemasan generasi millennial di Indonesia. Populasinya diproyeksikan sekitar 83 juta jiwa atau 34 persen dari total penduduk Indonesia yang mencapai 271 juta jiwa. Dimasa depan millennial akan menjadi lokomotif penggerak ekonomi Indonesia.
Laporan World Bank “The Rise Of Asia’s Middle class 2010” disebutkan jumlah kelas menengah di Indonesia tumbuh pesat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Populasi kelas menengah mencapai 134 juta jiwa setara 56 persen dari total populasi. Sementara, menurut Boston Consulting Group (BCG) tahun 2020 akan ada sekitar 141 juta populasi kelas menengah di Indonesia. Sangat menggembirakan, usia masyarakat kelas menengah didominasi kaum muda. Kelas menengah ini memiliki standar kesejahteraan lebih baik serta strata pendidikan lebih tinggi. Melihat prospek ideal ini, industri asuransi harus memasang ‘kuda-kuda’ mempersiapkan momentum menikmati „kue‟ pangsa pasar.
Kesadaran Millennial dan Problem Industri Asuransi.
Asuransi bagi sebagian besar millennial tentu bukan produk asing lagi. Produk- produk asuransi acap kali dikonsumsi melalui internet atau media sosial. Tapi yang menjadi tanya, apakah asuransi jiwa sudah menjadi prioritas bagi kaum millennial? Survei yang dilakukan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) 2016 menyebutkan, 67% millennial sudah mengenal produk yang berhubungan dengan asuransi. Dari angka tersebut sekitar 6% hingga 7% saja yang tergerak untuk memiliki asuransi. Dari riset tersebut, ternyata kesadaran proteteksi kaum millennial masih sangat rendah.
Ada kesenjangan yang curam antara potensi pasar millennial dengan tingkat kebutuhan terhadap asuransi. Industri asuransi harus segera berbenah, baik dari sisi produk maupun pola marketing. Menyasar millennial mesti dilakukan dengan pola pendekatan berbeda, harus memahami karakteristiknya. Pola fikir dan cara mempersepsikan sesuatu berbeda dengan pendahulunya – generasi X atau baby boomers. Generasi Y ini lahir dari iklim digital native.
Kehidupan millennial sangat lekat dengan internet. Mereka adalah kaum „connected‟. Dalam sehari rata-rata bisa mengakses jagat maya selama 8 jam. Ia tumbuh dalam ruang-ruang virtual yang kompleks. Kecenderungan mereka menggunakan produk atau jasa yang bisa diakses melalui smartphone. Simpel, efisien, dalam satu genggaman tangan. Industri asuransi harus mampu membranding diri didunia maya. Membuat konten-konten menarik yang bisa menarik perhatian millennial, seperti propaganda dalam bentuk video dokumenter, youtube. Konten dalam bentuk audio visual lebih digandrungi kaum muda.
Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2016 menyebutkan, pengguna internet kalangan millennial usia 25 – 34 tahun diangka 24,4 persen atau 32 juta jiwa. Dimana media sosial menempati rangking 1 untuk konten yang sering sekali diakses pengguna internet. Dari temuan tersebut, produk-produk asuransi harus menambah intensitas promosi merambah sosial media. Kehadiran Internet dengan segala pernak-perniknya bisa menjadi medium mengeksploitasi pasar millennial. Kampanye pemasaran tradisional seperti billboard, spanduk, iklan radio, sudah harus mulai diminimalisir.
Bagi millennial, citra asuransi jiwa masih sangat melekat pada golongan masyarakat berusia dan memiliki riwayat penyakit. Kaum muda ini beranggapan fisik mereka masih prima dan produktif. Sehingga membuat abai akan pentingnya memiliki asuransi jiwa. Pemahaman keliru millennial bisa terjadi karena konsumsi sumber informasi yang prematur. Di internet dengan mudah ditemukan informasi negatif soal asuransi. Seperti resiko asuransi lebih besar dibandingkan manfaat yang diperoleh. Asuransi berbasis investasi potensi kerugiannya lebih dominan. Problem disinformasi ini harus dijawab secara cerdas pelaku industri asuransi.
Mengintip Peluang Asuransi Jiwa Syariah Bagi Kaum Millenial.
Asuransi jiwa pada umumnya bukan produk asing bagi kaum millennial. Namun brand „syariah‟ yang disematkan pada asuransi acap kali mengundang tanya. Apa kelebihan produk asuransi jiwa syariah dibandingkan asuransi konvensional? Secara prinsip asuransi jiwa syariah berdasar pada hukum islam. Asuransi jiwa syariah tidak bertransaksi dan berinvestasi pada instrumen spekulatif, tidak jelas akadnya, yang memiliki peluang merugikan salah satu pihak. Asuransi jiwa syariah tidak diperuntukan untuk keyakinan atau golongan tertentu. Produk asuransi syariah sangat luwes dan inklusif. Meskipun memiliki karakteristik yang berbeda dengan asuransi jiwa konvensional. Ada beberapa pertimbangan mengapa millennial cocok dengan asuransi jiwa syariah.
Pertama, Di era sekarang kebutuhan millennial terhadap proteksi diri sangat urgen. Kita hidup dimasa penuh resiko. Mobiltas keseharian anak muda tak jarang berujung bala. Entah itu kecelakaan yang berakibat cacat, meninggal atau ancaman jiwa lainnya. Data Polda Metro jaya menyebutkan tahun 2014 hingga 2018 generasi yang dominan menjadi korban kecelakaan lalu lintas adalah millennial, dengan angka 17.910 korban. Belum lagi ancaman diluar prediksi seperti yang kita alami saat ini, wabah pandemi covid-19. Tidak menutup kemungkinan ancaman wabah serupa masih terulang. Wabah pandemi kini telah dicover oleh beberapa asuransi jiwa syariah.