Belajar dimana saja. "Sawah?Apa bisa sawah tempat untuk belajar?". Ya bisa, tapi awal yg perlu dirubah adalah sempitnya definisi atau pengertian tentang pendidikan yang kita pahami. Kita pada umumnya mendefinisikan pendidikan hanya terjadi di sekolah dengan dikelilingi gedung-gedung seolah-olah menjadi penjara kecil siswa, pendidikan hanya di depan tumpukan buku tebal dengan metode menghafal, pendidikan hanya ketika berada di depan guru seolah-olah seperti buto ijo yang siap melahap anak ketika tidak menuruti metodenya. Definisi itu yang harus diubah.
Disawah kita juga melaksanakan pendidikan. Kita berbicara pada para pembajak sawah, para penanam padi, tawar menawar harga dengan penjual di sawah. Itulah pendidikan karena didalamnya terdapat nilai pengetahuan yang tidak pernah diajarkan di sekolah formal (seperti diatas). Contoh dalam pendidikan formal diajarkan perkalian " Andi pergi ke pasar untuk membeli 50 kg pupuk urea. Harga 1 kg pupuk adalah Rp. 15.000, maka berapakah uang yang dibutuhkan Andi untuk membeli 50 kg pupuk urea?"
Pasti jawabannya 50 x 15.000 = Rp. 750.000. Tapi bagaimana jika Andi tidak memiliki uang atau uangnya kurang membeli pupuk? Bagaimana cara mendapatkan siswa kekurangan itu? Berhutang! Bagaimana Andi berbicara kepada penjual pupuk untuk berhutang?. Cara-cara ini yang hanya didapatkan ketika kita berdinamika dengan pendidikan di luar sekolah. Inilah Kecerdasan Sosial yang akan disuguhkan pada Buku saya yang berjudul " TRI PUSAT KECERDASAN SOSIAL"
Bahkan secara frontal buku James Marcus Bach menjelaskan "BERHENTILAH SEKOLAH SEBELUM TERLAMBAT". Semua ini diakibatkan karena sekolah hanya mendidik segala aspek siswa (pengetahuan, sikap, keterampilan) berbasis pendidikan kognitifnya. Contoh nyata pada materi Agama yang jelas-jelas lebih menekankan aspek sikap dari pada kognitif. Akan tetapi pelaksanaan disekolah formal berbeda adanya, untuk meningkatkan sikap spritual siswa para guru menjelaskan tentang sikap baik dan buruk lalu memberi soal "Apa yang dilakukan kalian ketika pada suatu hari bertemu dan berpapasan dengan guru di sebuah toko?
A. Cuek, b. Biasa-biasa saja, c. Menyapa seperti teman bisa, d. Menunduk dan memberi salam". Inilah yang keliru karena penjelasan dan pemberian soal pilihan ganda merupakan model pembelajaran kognitif yang berbasis hafalan saja.
Maka dari itu harus adanya pembedaan cara mendidik dan integrasi pendidikan nonformal antara keluarga dan masyarakat untuk  menopang pendidikan nilai dan sikap pada siswa. Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa ikhtiar pendidikan akan berhasil ketika keluarga, sekolah, dan masyarakat bekerjasama dalam menumbuhkembangkan nilai pada setiap siswa. Terakhir, maka nikmati dinamika setiap kehidupan karena hakikatnya kehidupan merupakan pendidikan yang diberikan Maha Mendidik dan Maha Ilmu (ALLAH SWT) dan pasti ada ujiannya. Semoga bermanfaat!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H