Kamu mencintai buku. Mengoleksi dan menyimpan buku di rumahmu. Cintamu pada buku kau tuangkan jadi puisi, cerita kenangan masa kecil, dan kisah bersama bacaan favorit yang tak akan kau lupakan.
Kamu ceritakan pada dunia tentang faedah membaca dan manfaat buku. Banyak membaca jadi kaya pengetahuan. Kau sebut buku adalah jendela untuk melihat dunia yang sangat luas ini. Buku mengantarkanmu jadi orang pandai. Karena pandai mudah dapat pekerjaan.
Coba hitung berapa banyak buku yang kamu miliki. Dari usia kanak-kanak belum sekolah hingga hari ini, mungkin seratus, lima ratus sampai seribu satu bukumu. Berapa lama akan tersimpan di rumahmu. Kamu akan wariskan mereka untuk anak-anakmu.
Bagaimana kamu menyimpan buku, memberinya tempat terbaik, merawat dan menjaganya. Semakin besar koleksimu, semakin besar perhatian yang kamu berikan pada buku.
Hingga tiba pada satu titik waktu, pelan tanpa kau rasa buku itu membunuhmu.
Ini bukan kiasan. Bukan tentang ajaran radikal, juga bukan doktrin penulis gila yang mendorongmu berbuat sesuatu yang merenggut nyawa. Bukan isinya, namun buku-buku itulah yang mengantarkanmu pada kematian.
Sebuah keluarga di Cina diberitakan telah diracuni perlahan-lahan oleh buku-buku di rumah mereka. Orang dewasa menderita batuk terus-menerus, sementara anak mereka menderita rinitis, radang selaput lendir.Â
Rupanya ada senyawa formaldehyde berbahaya dalam kadar tinggi pada udara di dalam rumah. Kandungan formaldehyde terdapat dalam tinta cetak yang digunakan di buku, majalah dan surat kabar menyebar di udara.
Kau tahu, keluarga pecinta buku itu membeli buku secara online tiga sampai empat kali sebulan dan sudah mengoleksi puluhan ribu, sehingga ada tumpukan buku di setiap kamar.
Pembuat buku pastinya tidak bermaksud meracuni pembaca atau orang yang menyentuh bukunya. Seperti orang yang menggunakan formalin pada makanan pastinya tidak untuk meracuni konsumennya.