Pertama, menjadi pertanyaan: apa tujuan perpustakaan memberlakukan denda? Untuk mendisiplinkan anggotanya, atau untuk mengumpulkan uang?
Perpustakaan memperoleh pemasukan dari denda. Uangnya digunakan kembali untuk pembelian dan perawatan buku, untuk biaya even-even atau menyediakan fasilitas penunjang. Denda setiap keterlambatan memang sedikit, tetapi menjadi banyak dan banyak karena tidak sedikit orang yang kena denda.
Fakta makin banyaknya yang didenda menunjukkan disiplinnya rendah. Apakah ini sengaja dipelihara demi mencapai tujuan yang kedua? Jadi curiga nih kamu.
Perpustakaan jadi serba sulit. Sebab ia harus menyediakan akses yang merata, sementara ada sebagian pemustaka yang tidak mempedulikan hak orang lain. Mereka tidak segera mengembalikan pinjaman. Ada yang bilang masih membutuhkan, ada yang lupa, bahkan ada yang menganggap enteng jumlah uang dendanya.
Kedua, saat ini banyak pustakawan menganggap pembebanan denda merusak misi perpustakaan untuk menyediakan akses informasi yang gratis dan adil. Bagi yang benar-benar tidak mampu membayar akan timbul rasa malu dan enggan datang lagi ke perpustakaan. Akibatnya buku-buku yang tertahan di rumah mereka benar-benar tidak kembali ke perpustakaan.
Enggak bisa kita ingkari bahwa masyarakat yang secara ekonomi kurang beruntung akan terbebani. Sedangkan mereka adalah kelompok yang mestinya paling diuntungkan dari adanya layanan perpustakaan.
Untunglah perpustakaan tidak kejam-kejam amat. Jika peminjam datang mengembalikan buku dan meminta keringanan, biasanya tidak harus membayar semuanya yang mungkin jumlahnya ratusan ribu. Malah Perpustakaan Kota Malang pada tahun 2016 mengubah denda dari semula Rp 500 per hari untuk satu buku menjadi maksimal sebesar Rp 15 ribu. Jadi ringan banget kan, kalo maksimal 15 ribu berapa pun bukunya dan lamanya.
Di tempat lain sudah kayak di Malang juga, semoga aja. Kabar baik datangnya dari luar Indonesia, di mana perpustakaan umum berbagai kota memberikan amnesti atau pemutihan. Masyarakat diminta datang, tidak usah takut meskipun bukunya dipinjam sejak puluhan tahun. Tidak ada sanksi. Hasilnya tidak mengecewakan, ribuan buku kembali ke perpus.
Adanya denda sebenarnya menambah pekerjaan staf perpus. Mereka harus mencatat dan melaporkan setiap bulan dan mempertanggungjawabkan penggunaannya. Jumlahnya besar tapi tidak bisa asal pakai. Dan paling repot adalah menghadapi kamu yang ngeyel saat ditagih.
Pendekatan untuk memulangkan buku dari tangan peminjam dengan penghapusan denda tidak harus berlaku total. Misalnya bisa diberlakukan untuk anggota dari kalangan anak-anak atau pelajar dalam periode tertentu. Untuk kelompok lain dilakukan dalam jangka waktu yang lain pula.
Kesalahan kamu kepada perpus juga bisa diampuni tanpa bayar denda. Kamu bisa lakukan sesuatu yang bermanfaat. Umpamanya ikut dalam proyek percobaan program baru yang mereka luncurkan. Pinter menggambar desain, programming atau punya keahlian lain, ajukan saja sebagai kompensasi dari kamu. Sekalian kamu dapat pengalaman positif di situ.