Mohon tunggu...
Faisal Basri
Faisal Basri Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Pertumbuhan Ekonomi Turun Lima Tahun Berturut-turut

6 Februari 2016   03:10 Diperbarui: 6 Februari 2016   04:44 1171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Badan Pusat Statistik kemarin (Jumat, 5/1) mengumumkan data produk domestik bruto (PDB) terbaru. Pada tahun 2015 pertumbuhan PDB 4,8 persen, menjadikan penurunan pertumbuhan berlangsung lima tahun berturut-turut.

Pertumbuhan triwulan IV-2015 memang naik menjadi 5,04% dari 4,74 persen pada triwulan sebelumnya. Penyumbang terbesar peningkatan pertumbuhan pada triwulan IV-2015 adalah pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) atau investasi yang tumbuh 6,9 persen, naik cukup tajam dari 4,8 persen pada triwulan sebelumnya. Komponen ini menyumbang 33,2 persen terhadap PDB.

Semoga pertumbuhan triwulan IV-2015 menjadi titik balik menuju akselerasi pertumbuhan yang berkelanjutan.

Pengeluaran konsumsi pemerintah terbukti tidak banyak mendongkrak pertumbuhan walaupun pemerintah sudah habis-habisan meningkatkan penyerapan anggaran. Pertumbuhan belanja pemerintah hanya naik tipis dari 7,11 persen pada triwulan III-2015 menjadi 7,31 persen pada triwulan IV-2015. Sumbangan komponen belanja pemerintah terhadap PDB memang relatif kecil, hanya 9,8 persen.

Yang membuat pertumbuhan sulit terdongkrak adalah karena pengeluaran konsumsi rumahtangga turun walaupun sangat tipis, dari 4,95 persen menjadi 4,92 persen. Secara tahunan, konsumsi rumahtangga turun dari 5,16 (2014) menjadi 4,96 (2015). Komponen ini merupakan penyumbang terbesar terhadap PDB, yaitu 56 persen. Ditambah konsumsi LNPRT yang sumbangannya 1,2 persen, maka keseluruhan konsumsi masyarakat menyumbang 57,2 persen. Peningkatan pertumbuhan LNPRT yang cukup tinggi (8,3 persen) pada teiwulan IV-2015 tidak banyak membantu karena sumbangannya sangat kecil. Bahkan, sepanjang tahun 2015 LNPRT mengalami kontraksi 0,63 persen.

Ekspor dan impor barang dan jasa mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2015. Kejadian ini patut memperoleh perhatian lebih serius karena menjadi ancaman bagi keberlanjutan pertumbuhan. Kemerosotan pertumbuhan impor yang lebih tajam ketimbang ekspor, yang memperbaiki defisit akun lancar (current account), jangan dipandang sebagai indikator keberhasilan. Perbaikan defisit akun lancar sejatinya disebabkan peningkatan ekspor barang dan jasa yang lebih tinggi dari peningkatan impor barang dan jasa.

Kinerja sektoral ditandai oleh penurunan semua sektor penghasil barang (tradable): pertanian, pertambangan, dan industri manufaktur. Sebaliknya, sektor jasa (non-tradable) secara keseluruhan masih menikmati peningkatan pertumbuhan. Tercatat lima dari 14 sektor jasa tumbuh lebih tinggi pada tahun 2015 dibandingkan tahun 2014. Catatan kedua, hampir semua sektor jasa tumbuh di atas rerata. Hanya 4 sektor jasa yang menjadi pengecualian.

Kecenderungan sektor jasa terus maju sedangkan sektor penghasil barang melemah berpotensi mengakibatkan komplikasi permasalahan. Sejatinya sektor jasa berkembang lebih pesat ketika sektor penghasil barang telah mencapai kematangan. Kondisi kita masih jauh dari itu.

Mayoritas tenaga kerja kita masih mengandalkan hidupnya di sektor penghasil barang. Ketimpangan bakal semakin buruk jika mayoritas pekerja berada di sektor yang pertumbuhannya melemah dan produktivitasnya rendah.

Secara spatial, pertumbuhan Kalimantan paling tertekan dan merosot paling tajam. Sumatera mengalami kinerja terburuk kedua. Penyebab utamanya adalah kemerosotan harga komoditas seperti minyak sawit, karet, batubara, dan timah. Jawa relatif stabil.

Yang menunjukkan kinerja cemerlang adalah Bali dan Nusa Tenggara dengan pertumbuhan dua dijit pada tahun 2015, naik tajam dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 5,9 persen. Sulawesi menjadi terbaik kedua dengan pertumbuhan 8,2 persen. Sayangnya kedua gugus pulau itu baru menyumbang 9 persen dalam PDB nasional, sehingga belum bisa "nendang".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun