Badan Pusat Statistik kemarin (Jumat, 5/1) mengumumkan data produk domestik bruto (PDB) terbaru. Pada tahun 2015 pertumbuhan PDB 4,8 persen, menjadikan penurunan pertumbuhan berlangsung lima tahun berturut-turut.
Pertumbuhan triwulan IV-2015 memang naik menjadi 5,04% dari 4,74 persen pada triwulan sebelumnya. Penyumbang terbesar peningkatan pertumbuhan pada triwulan IV-2015 adalah pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) atau investasi yang tumbuh 6,9 persen, naik cukup tajam dari 4,8 persen pada triwulan sebelumnya. Komponen ini menyumbang 33,2 persen terhadap PDB.
Semoga pertumbuhan triwulan IV-2015 menjadi titik balik menuju akselerasi pertumbuhan yang berkelanjutan.
Pengeluaran konsumsi pemerintah terbukti tidak banyak mendongkrak pertumbuhan walaupun pemerintah sudah habis-habisan meningkatkan penyerapan anggaran. Pertumbuhan belanja pemerintah hanya naik tipis dari 7,11 persen pada triwulan III-2015 menjadi 7,31 persen pada triwulan IV-2015. Sumbangan komponen belanja pemerintah terhadap PDB memang relatif kecil, hanya 9,8 persen.
Yang membuat pertumbuhan sulit terdongkrak adalah karena pengeluaran konsumsi rumahtangga turun walaupun sangat tipis, dari 4,95 persen menjadi 4,92 persen. Secara tahunan, konsumsi rumahtangga turun dari 5,16 (2014) menjadi 4,96 (2015). Komponen ini merupakan penyumbang terbesar terhadap PDB, yaitu 56 persen. Ditambah konsumsi LNPRT yang sumbangannya 1,2 persen, maka keseluruhan konsumsi masyarakat menyumbang 57,2 persen. Peningkatan pertumbuhan LNPRT yang cukup tinggi (8,3 persen) pada teiwulan IV-2015 tidak banyak membantu karena sumbangannya sangat kecil. Bahkan, sepanjang tahun 2015 LNPRT mengalami kontraksi 0,63 persen.
Ekspor dan impor barang dan jasa mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2015. Kejadian ini patut memperoleh perhatian lebih serius karena menjadi ancaman bagi keberlanjutan pertumbuhan. Kemerosotan pertumbuhan impor yang lebih tajam ketimbang ekspor, yang memperbaiki defisit akun lancar (current account), jangan dipandang sebagai indikator keberhasilan. Perbaikan defisit akun lancar sejatinya disebabkan peningkatan ekspor barang dan jasa yang lebih tinggi dari peningkatan impor barang dan jasa.
Mayoritas tenaga kerja kita masih mengandalkan hidupnya di sektor penghasil barang. Ketimpangan bakal semakin buruk jika mayoritas pekerja berada di sektor yang pertumbuhannya melemah dan produktivitasnya rendah.
Yang menunjukkan kinerja cemerlang adalah Bali dan Nusa Tenggara dengan pertumbuhan dua dijit pada tahun 2015, naik tajam dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 5,9 persen. Sulawesi menjadi terbaik kedua dengan pertumbuhan 8,2 persen. Sayangnya kedua gugus pulau itu baru menyumbang 9 persen dalam PDB nasional, sehingga belum bisa "nendang".