Mohon tunggu...
Faisal Basri
Faisal Basri Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Selanjutnya

Tutup

Money

Kembali ke Jati Diri

3 November 2014   08:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:49 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

"Dari Barat sampai ke Timur

Berjajar pulau-pulau

Sambung-menyambung menjadi satu

Itulah Indonesia ….."

Wage Rudolf Supratman

Lautlah yang mempersatukan Indonesia, merajut gugusan 17.508 pulau membentuk untaian zamrud khatulistiwa. Dengan garis pantai 54.716 kilometer, terpanjang kedua di dunia menurut mapofworld.com, Tuhan mengaruniai bangsa Indonesia jalan bebas hambatan tak berbayar, tidak perlu diaspal atau dibeton, tidak perlu tiang pancang, dan tidak membutuhkan pembebasan tanah.

Kesadaran itu sudah lama kokoh di bumi Pertiwi. Kejayaan Sriwijaya pada abad IX dan Majapahit pada abad XIV karena menjadikan laut sebagai tulang punggung, bukan memunggungi laut. Bangsa kita menggunakan istilah tanah air untuk tumpah darahnya, bukan padanan dari motherland atau homeland.

Ketika membuka National Maritime Convention I (NMC) 1963, Presiden Soekarno dengan lantang mengatakan, “Untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, negara damai yang merupakan national building bagi negara Indonesia, maka negara dapat menjadi kuat jika dapat menguasai lautan. Untuk menguasai lautan kita harus menguasai armada yang seimbang.”

Sejak Orde Baru bias darat sangat kental. Distorsi di hampir segala aspek kehidupan. Negara kedodoran melindungi tumpah darah Indonesia dan memajukan rakyatnya.

Kekayaan laut tak tersentuh, bahkan pihak asing leluasa menggasaknya. Kekayaan alam mengalir ke luar secara ilegal. Industri dalam negeri kekurangan bahan baku (feed stock).

Orientasi darat juga membuat cara pandang kita cenderung inward looking. Padahal, sejarah membuktikan bangsa-bangsa di Nusantara sangat outward looking, berdagang menjelajah Samudra, lintas benua. Akibatnya, keterbukaan dan globalisasi lebih dipandang sebagai ancaman, bukan peluang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun