[caption id="attachment_417525" align="aligncenter" width="560" caption="Subsidi bahan bahan minyak (BBM) dipangkas, subsidi LPG 3 kg semakin membengkak. (Kompas/ Hendra A Setyawan)"][/caption] Subsidi bahan bahan minyak (BBM) dipangkas, subsidi LPG 3 kg semakin membengkak. Tahun 2015 APBN mengalokasikan subsidi LPG 3 kg sebesar Rp 28,3 triliun. Pertumbuhan konsumsi LPG 3 kg cukup tinggi, yakni 15 persen per tahun. Untuk mengantisipasi kelangkaan, pemerintah menaikkan subsidi LPG 3 kg menjadi 5,766 juta ton, meningkat dibandingkan realisasi tahun 2014 sebesar 4,988 juta ton. Peningkatan pesat konsumsi LPG 3 kg dipicu oleh harga riilnya yang terus turun sebagai akibat pemerintah tak pernah menaikkan harga LPG bertabung hijau. Fee atau marjin penjualan dari tingkat SPBG, agen, hingga pangkalan tak pernah dinaikkan. Semua membisu, tidak pernah berkicau meminta kenaikan fee atau margin. Padahal, dalam keadaan normal niscaya keuntungan mereka tergerus oleh laju inflasi yang lumayan tinggi. Mengapa keganjilan itu tak pernah ada yang mengusik? Apalagi kalau bukan praktik mafia yang sudah amat berkarat. Semua pihak diuntungkan, buat apa ribut. Tim memperoleh informasi dan dokumen yang menunjukkan tarif filling fee untuk SBPE sebesar Rp 300 per kg sejak muncul bisnis ini sampai sekarang. Usut punya usut, terjadi permainan dalam bisnis LPG 3 kg ini. Oknum Pertamina dan seluruh pelaku bisnis LPG 3 kg membagi-bagi rente dalam bentuk sisa LPG. Setiap tabung kosong sebetulnya masih menyisakan sekitar 5 persen sampai 10 persen LPG. Namun Pertamina menghitung setiap tabung yang kosong tetap diisi penuh 3 kg. Bayangkan berapa juta tabung setahun. SBPE memperoleh LPG dari depo Pertamina. Berapa persisnya LPG yang ada di dalam truk tangki LPG untuk dikirim ke SPBE? Hanya Pertamina yang tahu. Tidak ada pihak lain yang boleh mengukur ulang. Pertamina melarang pengukuran ulang di SPBE dan melarang SPBE memiliki alat ukur. Pemilik SPBE yang sudah kadung membeli alat ukur, yang kira-kira seharga Rp 5 miliar, terpaksa gigit jari dan akhirnya menjual kembali alat ukur itu. [caption id="attachment_4189" align="aligncenter" width="471" caption="Keganjilan Bisnis LPG*"]
Timbangan adalah salah satu alat vital dalam transaksi perdagangan. Jika mempermainkan timbangan sudah mendarah daging, sistemik, dan masif, maka tunggu saja kehancuran peradaban. * Dicuplik dari Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi Nasional, Rekomendasi Akhir: Memperkokoh Kelembagaan sector Migas Indonesia, Jakarta, 13 Mei 2015, hal. 30.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI