Mohon tunggu...
Faisal Basri
Faisal Basri Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Industrial Development Report 2016 dan Indonesia

5 September 2016   07:12 Diperbarui: 5 September 2016   07:24 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rabu minggu lalu (31/8), saya diundang United Industrial Development Organization (UNIDO) menjadi pembahas laporan terbaru mereka berjudul Industrial Development Report 2016 yang bertema "The Role of Technology and Innovation in Inclusive and Sustainable Industrial Development." Laporan dipresentasikan oleh utusan kantor pusat UNIDO di Vienna. Kepala perwakilan UNIDO di Jakarta mempresentasikan kaitan antara industrialisasi dan target Sustainable Development Goals (SDGs).

Laporan terdiri dari 8 bab: (1) Moving towards inclusive and sustainable industrial development; (2) Technological change, structural transformation and economic growth; (3) Sustaining economic growth; (4) Promoting social inclusiveness; (5) Moving towards greener structural transformation; (6) Designing and implementing inclusive and sustainable industrial development policies; (7) Indusrial trends: manufacturing valued added, exports, employment and energy and resource efficiency; dan (8) The Competitive Industrial Performance index. Laporan lengkap bisa diunduh di sini.

Industrial competitiveness index mencakup 141 negara. Pada tahun 2013 (data terkini yang digunakan dalam Laporan) Indonesia berada di urutan ke-42, turun satu peringkat dibandingkan tahun 2010. Di kelompok 10 tertinggi adalah: (1) Germany, (2) Japan, (3) Republic of Korea; (4) United States; (5) China; (6) Switzerland; (7) Singapore; (8) Netherlands; (9) Belgium; dan (10) Italy. Satu-satunya di kelompok 10 besar yang masih berstatus emerging industrial country adalah China. Posisi China melesat dari urutan ke-8. Selebihnya adalah industrialized countries.

Presentasi oleh utusan kantor pusat UNIDO, Nicola Cantore mengetengahkan posisi Indonesia yang tidak tertera dalam Laporan. Ia membandingkan kinerja industri manufaktur Indonesia dengan negara-negara tetangga.

Kapasitas manufaktur Indonesia memang mengalami peningkatan, bahkan masuk dalam kelompok 10 besar manufaktur dunia. Namun, berdasarkan manufacturing value added (MVA) per kapita, Indonesia kalah jauh dari Malaysia dan Thailand. Indonesia hanya lebih baik dari Vietnam, Cambodia, dan Mongolia. Jika perkembangan manufaktur di Indonesia seperti sekarang, boleh jadi dalam beberapa tahun ke depan bisa disusul oleh Vietnam karena perkembangan di negeri itu lebih cepat dari Indonesia.

Kinerja ekspor manufaktur per kapita Indonesia paling buruk, kalah dengan Mongolia, Cambodia, dan Vietnam. Kondisi ini sejalan dengan kemerosotan indeks daya saing manufaktur Indonesia.

nicola-57ccba296423bd7a5c5f4474.png
nicola-57ccba296423bd7a5c5f4474.png
Mengingat peranan teknologi dan inovasi sangat penting dalam industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi, bisa dipahami mengapa pertumbuhan kita mengalami pelemahan dan industrialisasi mengalami kemunduran relatif. Hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan total factor productivity (TFP) yang selalu lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi lebih banyak disumbang oleh pertambahan pekerja dan modal.

nicola-2-57ccba606423bd885c5f447a.png
nicola-2-57ccba606423bd885c5f447a.png
Tak heran jika Indonesia lebih mengandalkan pada komoditas primer untuk meraup devisa dan menjadi negara yang paling mengandalkan komoditas primer dibandingkan negara-negara tetangga. Sebaliknya, produk manufaktur Indonesia terendah.

nicola-3-57ccba88707e61da068b4575.png
nicola-3-57ccba88707e61da068b4575.png
Temuan di atas sejalan dengan tulisan-tulisan saya sebelumnya. Salah satunya terlihat di peraga berikut. Posisi Indonesia paling rendah, mendekati titik nol, yang menunjukkan jumlah scientists dan engineers sebagai ujung tombak inovasi serta belanja untuk riset dan pengembangan (R&D) sangat teramat kecil.

rd-57ccbb23957e61423d407f0a.png
rd-57ccbb23957e61423d407f0a.png
Jika hendak mengakselerasi pembangunan dan terhindar dari middle-income trap, mau tak mau Indonesia harus memperkokoh industrialisasi dengan segala sarana dan prasarana pendukungnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun