Mohon tunggu...
Faisal Basri
Faisal Basri Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Fenomena Too Poor to be Unemployed dan Memacu Produktivitas Mereka

9 Februari 2016   04:38 Diperbarui: 9 Februari 2016   06:30 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tulisan sebelumnya (Profil Pendidikan Penganggur yang "Aneh") terlihat angka pengangguran paling rendah adalah pada kelompok pendidikan SD ke bawah, menyusul kemudian kelompok tamatan sekolah menengah pertama. Sebaliknya, kedua kelompok terbawah inilah yang merupakan mayoritas pekerja walaupun porsinya terus menurun. Pada tahun 2013, porsi pekerja tamatan sekolah menengah pertama ke bawah sebesar 66 persen. Pada tahun 2014 turun menjadi 65 persen dan pada tahun 2015 turun cukup tajam menjadi 62 persen.
Rendahnya tingkat pengangguran pada kelompok berpendidikan SD ke bawah bukanlah berita baik. Bagi mereka, tidak ada pilihan kecuali bekerja. Terlalu miskin bagi mereka untuk tidak bekerja (too poor to be unemployed).

Secara absolut, penduduk berusia 15 tahun ke atas yang hanya berpendidikan SD ke bawah turun dari 53,81 juta pada 2013 menjadi 50,83 juta. Muncul pertanyaan kemana sekitar 3 juta pekerja itu? Jika tersingkir dari pasar kerja, bagaimana nasib mereka? Kemungkinan besar sebagian mereka tersungkur hidup di bawah garis kemiskinan. Kenyataannya memang angka kemiskinan meningkat pada bulan September 2016 dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah orang miskin pada kurun waktu itu sebanyak 780.000 jiwa, dari 27,73 juta (10,96 persen) menjadi 28,51 juta (11.13 persen).

Salah satu penyebab mereka tergerus dari pasar kerja adalah kenaikan upah minimum yang naik hampir selalu dua digit dalam beberapa tahun terakhir. Modernisasi industri dan otomatisasi menambah ancaman bagi mereka. Indonesia merupakan negara yang paling rentan terhadap otomatisasi dibandingkan dengan negara-negara tetangga.

Karena mayoristas pekerja kita masih berpendidikan rendah, kunci memacu pertumbuhan adalah dengan meningkatkan produktivitas mereka lewat serangkaian upaya meningkatkan ketrampilan dan memperkenalkan teknologi tepat guna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun