Sama seperti tahun 2015, tekanan eksternal tahun 2016 masih akan cukup berat (lihat "Menyikapi Tantangan Ekonomi 2016"). Ekspor diperkirakan belum dapat diharapkan naik secara berarti, bahkan mungkin masih melanjutkan trend menurun yang sudah berlangsung selama empat tahun berturut-turut. Nilai ekspor sepanjang tahun 2015 diperkirakan tidak akan melebihi 150 miliar dollar AS, jauh lebih rendah ketimbang tahun 2014 sebesar 176,3 miliar dollar AS. Penyebab utamanya adalah harga komoditas yang diperkirakan terus turun melanjutkan trend beberapa tahun terakhir. Kenaikan harga kmoditas diharapkan baru terjadi tahun 2017.
Transaksi perdagangan memang berbalik surplus tahun 2014 setelah selama tiga tahun berturut-turut sebelumnya mengalami defisit. Namun, suplus perdagangan tahun 2015 bukan karena ekspor naik melainkan karena nilai impor turun lebih besar ketimbang penurunan impor.
Tahun 2016 impor diperkirakan naik sejaan dengan investasi yang meningkat lebih cepat dan pembangunan infrastruktur yang terus dipacu. Dengan demikian, surplus transaksi perdagangan terancam kembali defisit.
Ceteris paribus, tekanan terhadap neraca pembayaran 2016 hanya akan terhindari jika dan hanya jika arus modal asing neto cukup memadai untuk mengopensasikan defisit akun lancar (current account) yang cenderung membesar.
Pada tahun 2015, negara emerging markets mengalami arus modal asing keluar terbesar sepanjang sejarah, lebih dari setengah triliun dollar AS. Tahun ini tekanan masih berlanjut walaupun tidak separah tahun lalu.
Oleh karena itu, mau tak mau kebijakan investasi harus lebih kondusif serta stabilitas fiskal dan moneter harus lebih terjaga. Jika tidak, rupiah bakal terus mengalami tekanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H