[caption id="attachment_316714" align="aligncenter" width="540" caption="Ilustrasi/ Kampret (Ajie Nugroho)"][/caption] Puncak pelemahan nilai tukar rupiah pasca krisis 1998 terjadi pada 24-26 November 2008 di tengah krisis finansial global. Kurs tengah Bank Indonesia pada tiga hari itu tercatat Rp 12.400 per dollar AS. Sampai awal tahun 2009 nilai tukar rupiah berfluktuasi cukup tajam dan sempat kembali menyentuh Rp 12.000 per dollar AS. Setelah mencapai titik terendah Rp 12.070 per dollar AS pada 6 Maret 2009, rupiah menunjukkan kecenderungan menguat untuk kurun waktu yang cukup panjang. Titik terkuatnya terjadi pada 2 Agustus 20011, yakni Rp 8.460 per dollar AS. Setelah mencapai puncak terkuatnya, rupiah cenderung melemah. Pelemahan yang berlangsung hingga akhir tahun 2013 tercatat berlangsung paling lama, lebih dari dua tahun. Titik terendah baru setelah November 2008 terjadi pada 30 Desember 2013, Rp 12.270 per dollar AS. Memasuki tahun 2014 ada tanda-tanda rupiah mulai menguat. Cukup banyak faktor yang membuat nilai tukar rupiah berlanjut menguat sampai akhir tahun ini. Pertama, partai-partai dan politisi mulai gencar belanja sebelum masa kampanye dimulai sekalipun. Sudah merupakan rahasia umum politisi beternak dollar. Tengok saja uang sogok yang diterima para politisi sebagian besar dalam bentuk valuta asing. Kini tiba saatnya bagi mereka menukarkan valuta asingnya ke rupiah untuk belanja pemilu. Ada 6 ribuan calon anggota DPR, ribuan calon anggota DPD, ratusan ribu calon anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota, serta puluhan yang berminat menjadi presiden/wakil presiden. Kedua, harga beberapa komoditas ekspor Indonesia mulai menunjukkan kenaikan, di antaranya: minyak sawit, kopi, cokelat, dan tembaga. Sejalan dengan penguatan ekonomi dunia, terutama di negara-negara maju, diharapkan ekspor keseluruhan Indonesia akan naik tahun ini. Ketiga, arus masuk investasi langsung asing (foreign direct investment) tampaknya akan tetap deras dan boleh jadi lebih tinggi ketimbang tahun 2013. Konflik Jepang-China yang saling mengklaim pulau Senkaku (Diaoyu) dan ketegangan politik domestik di Thailand yang berkelanjutan membuat Indonesia lebih menarik sebagai lokasi investasi. Selain itu, arus wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia berpeluang naik lebih banyak ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini jumlah turis mancanegara ke Indonesia diperkirakan menembus 9 juta orang. Llyods Banking Group Plc memprediksi rupiah akan menguat 6,8 persen ke aras Rp 11.400. Societe Generale SA lebih optimistik lagi, yang memperkirakan rupiah akan menguat sampai aras Rp 10.250 per dollar AS pada akhir tahun ini. Menurut Bloomberg, Llyods banking Group Plc merupakan lembaga yang prediksinya paling akurat dalam empat triwulan terakhir, sedangkan Societe Generale SA di posisi kelima. Kedua lembaga tersebut menobatkan rupiah bakal merupakan mata uang Asia terbaik tahun ini. Tentu saja kemungkinan itu disebabkan juga karena rupiah menjadi yang terburuk tahun lalu yang melemah 20,7 persen.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H