Mohon tunggu...
Faisal Adit
Faisal Adit Mohon Tunggu... Peternak - Karyawwan

Hobi menulis artikel

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

PPh Pasal 21 dan 23 Regulasi Pemungutan Pajak terhadap Aktivasi Endorsment di Indonesia

28 Juni 2024   00:30 Diperbarui: 28 Juni 2024   00:34 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era globalisasi saat ini, setiap aspek kehidupan manusia harus bergantung pada teknologi. Oleh karena itu, kemajuan teknologi secara bertahap telah mengubah pola hidup masyarakat di seluruh dunia. Tujuan teknologi ini adalah untuk membuat kehidupan sehari-hari manusia lebih mudah. Teknologi sekarang dapat mengubah cara seseorang mendapatkan uang, mulai dari mencari hiburan dan jual beli. Tidak hanya jual beli yang menjadi sumber pendapatan seseorang, tetapi beberapa aktivitas lain telah berubah menjadi sumber pendapatan sebagai akibat dari kemajuan teknologi, salah satunya endorsement. Endorsement adalah kegiatan yang dilakukan oleh individu tertentu, seperti selebriti, blogger, dan YouTuber, dengan tujuan mempromosikan suatu produk atau mendukung hal tertentu untuk membuat mereka dikenal oleh masyarakat. Endorsement diberikan oleh endorser, yang kemudian terbagi menjadi dua kategori: Typical Person Endorser dan Celebrity Endorser. Typical Person Endorser adalah orang biasa, tidak selebritis, yang melakukan promosi. Celebrity Endorser adalah orang terkenal yang melakukan promosi atau dapat dianggap sebagai publik figur yang terkenal atas pencapaian atau prestasi mereka.
Proses endorsement bermula dengan kesepakatan antara pemilik bisnis dan individu yang akan mempromosikan barang dan jasa mereka di akun media sosial mereka, seperti Instagram, setelah itu dilakukan semacam pembayaran yang dilakukan oleh pemilik bisnis atau individu yang menggunakan layanan promosi tersebut. Influencer Indonesia saat ini meningkat pesat, dengan 2.552 kreator baru di SociaBuzz setiap hari, menurut data dari tek.id. Sebanyak 45,94% dari kreator menghasilkan uang dari merek dan konten pribadi.Dengan demikian, pemerintah Indonesia harus segera memanfaatkan kesempatan untuk meningkatkan pendapatan negara melalui penerapan Pajak Penghasilan (PPh), khususnya untuk pengguna Instagram yang menghasilkan uang melalui endorsement dan menjadikannya pekerjaan utama. Dalam Surat Edaran Jenis bisnis tertentu diakui dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 Tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce. Dengan mempertimbangkan surat edaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa penghasilan yang diperoleh dari endorsement tersebut dapat dikenakan pajak penghasilan (PPh) sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan diatur dalam Pasal 23 atau 21.
POKOK PERMASALAHAN
Aktivitas pengakuan dapat dikaitkan dengan munculnya ekonomi cahaya, yaitu ketika suatu sektor ekonomi tidak dapat dijangkau atau dijamin oleh pemungut pajak untuk mematuhinya. Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika, meminta pemerintah menetapkan tarif untuk selebgram. Hestu Yoga, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (P2 Humas DJP), mengatakan bahwa pemajakan penghasilan selebgram dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku karena tidak ada aturan khusus yang mengaturnya (Benedicta Prima, 2019).
Menurut Pasal 4 ayat 1 huruf c UU PPN, barang endorsement yang diterima harus dipungut oleh Selebgram dengan tarif sebesar 10%. Oleh karena itu, Selebgram sendiri dapat dianggap sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Untuk diakui sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), selebgram yang telah menerima endorsement barang dan telah melakukan promosi di sosial media harus memenuhi syarat untuk melaporkan penghasilan yang mereka terima atau telah diperoleh dari endorsement. Menurut Pasal 3A Ayat 1, selebgram harus melaporkan usahanya untuk memperkuat statusnya sebagai PKP, memungut pajak yang terutang, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai.
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk memajaki aktivitas endorsement selebgram. Pertama, sistem pajak pemotongan, PPh 21, dikenakan dengan besaran tarif berlapis yang tercantum dalam Pasal 17 UU PPh, yang berkisar dari tarif 5% hingga 25%. Selain itu, PPh Pasal 23/26 berlaku untuk tindakan endorsement antara manajemen selebgram dan perusahaan bisnis online yang bertanggung jawab untuk memotong.
Meskipun undang-undang berlaku mengatur bagaimana membayar pajak, banyak wajib pajak yang lalai dan menyepelekan pembayaran pajak, terutama yang dihasilkan dari aktivitas endorsement yang dilakukan oleh para influencer Instagram. Anak-anak di bawah 17 tahun yang juga melakukan endors masih banyak yang tidak tahu tentang tanggung jawab pajak mereka. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan membentuk tim khusus untuk menyelidiki penerimaan pajak dari ekonomi digital, terutama dari influencer atau pelaku ekonomi digital, karena jumlah pelaku kegiatan endorsement yang tinggi di Indonesia.
SOLUSI YANG DIBERIKAN
Sesuai dengan Pasal 21 UU PPh, beban pajak yang dibebankan kepada influencer dikenakan tarif PPh orang pribadi jika influencer melakukan endorsement dengan melakukan kesepakatan langsung dengan pihak yang hendak menggunakan jasa endorsement. Dalam hal ini, influencer dapat dikenakan pajak sesuai dengan pelaksanaan atas kesepakatan endorsement tersebut. Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh No.36 tahun 2008 adalah sebagai berikut:
1.Sebanyak 5 persen untuk penghasilan kena pajak hingga Rp.50.000.000 per tahun
2.Sebanyak 15 persen untuk penghasilan kena pajak Rp.50.000.000 hingga Rp.250.000.000
3.Sebanyak 25 persen untuk penghasilan kena pajak Rp.250.000.000 hinga Rp.500.000.000
4.Sebanyak 30 persen untuk penghasilan kena pajak diatas Rp.500.000.000
Tarif pajak PPh 23 terbagi menjadi dua tarif, yaitu 15% dan 2% berdasarkan objek pajak. Namun, untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP, tarif ini akan dipotong sebesar 100% lebih tinggi daripada tarif PPh 23. Cara kedua untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan menerapkan sistem self-asessment. Dalam sistem ini, influencer sebagai pelaku kegiatan endorse akan menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah uang yang mereka peroleh dari kegiatan tersebut. Tarif yang dikenakan terhadap influencer yang menerapkan sistem ini dapat diubah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 17 UU PPh apabila jumlah uang yang diperoleh dari kegiatan tersebut melebihi jumlah yang ditetapkan sebelumnya.
SONETA, sistem analisis jaringan sosial yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, mengatur pengenaan pajak penghasilan YouTubers dan influencer. Ini adalah inovasi yang digunakan untuk memantau aktivitas yang dilakukan oleh para influencer, baik YouTuber maupun influencer Instagram, yang melakukan aktivitas seperti mempromosikan barang, menampilkan kekayaan mereka di media sosial, dan menghasilkan uang di beberapa platform media sosial. Banyaknya sikap influencer yang seolah acuh dan tidak patuh atas kewajibannya dalam pemenuhan pembayaran pajak atas aktivitas endorsement maka hukum sebagai alat untuk merekayasa diadakan untuk merekayasa kepatuhan influencer terhadap wajib pajak di Indonesia. Bentuk perwujudannya adalah dengan adanya peraturan khusus mengenai perpajakan atas aktivitas endorsement oleh influencer Instagram diharapkan dapat merubah masyarakat sehingga menjadi patuh dan taat dalam pelaksanaan pembayaran pajak.
DAFTAR PUSTAKA
Benedicta Prima. (Januari, 2019). “Direktorat Jenderal Pajak: Tidak Ada Aturan Khusus untuk Influencer atau Selebgram”. https://nasional.kontan.co.id/news/direktorat-jenderal-pajak-tidak-ada-aturan-khusus-untuk-influencer-atau-selebgram. Diakses pada tanggal 26 Juni 2024 pukul 21.30 WIB.
Falya, D., & Dirkareshza, R. (2021). Urgensi Peraturan Pajak Dalam Aktivitas Endorsement Yang Dilakukan Oleh Influencer Instagram. Jurnal Usm Law Review, 4(2), 756 – 776.
Mutamainah, Leoni Talitha, Zainal Muttaqin, and Laina Rafanti. “Implementasi Pengaturan Pemungutan Pajak Penghasilan Terhado Selebgram Dari Hasil Endorsements.” Jurnal Pro Hukum 9, no. 36 (2020): 1689 – 99.  http://journal.unigres.ac.id/.
Roria, S., & Sari, W. K. (2021). Tinjauan Pengenaan Pajak atas Aktivitas Endorsement oleh Selebgram di Indonesia. Jurnal Sikap, 5(1), 122 – 136.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun