Mohon tunggu...
Fais Yonas Boa
Fais Yonas Boa Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Peneliti

Aksara, Kopi dan kepolosan Semesta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Moralitas Kebebasan Berpendapat (Geotermal Poco Leok Genosida?)

13 Desember 2024   11:05 Diperbarui: 13 Desember 2024   11:05 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.widyamataram.go.id

Baru-baru ini terjadi sebuah aksi yang begitu menggelitik kewarasan nalar. Aksi tersebut dilakukan sebuah LSM lingkungan di Jakarta bernama Center Asia. Konon, LSM ini bergerak pada sektor lingkungan dan memang gencar melakukan penolakan terhadap proyek-proyek energi bersih panas bumi. Sementara itu, di lain sisi pemerintah Indonesia sejak pemerintahan Presiden Jokowi hingga Presiden Prabowo (sekarang) berupaya keras menggenjot proyek geotermal.

Bahkan Presiden Prabowo dengan sangat ambisius menargetkan sebesar 40% energi Indonesia bersumber dari energi terbarukan dalam waktu 5 tahun kepemimpinannya. Sudah tentu geotermal menjadi salah satu andalan karena energi yang bersumber dari panas bumi inilah yang paling realistis dikerjakan. Flores sebagai wilayah cincin api (ring of fire) kemudian menjadi wilayah paling potensial menghasilkan energi geotermal. Tidak heran pada tahun 2017, Flores dinobatkan sebagai Pulau Geotermal oleh pemerintah.

Poco Leok sebagai salah satu wilayah dengan cadangan panas bumi yang cukup besar kemudian ditetapkan menjadi lokasi pengembangan PLTP Ulumbu yang sudah beroperasi sejak 2011 silam. Menurut perencanaan pemerintah melalui PLN (Persero) Poco Leok akan menghasilakan energi panas bumi sebesar 2x20 MW. Rangkaian proses penetapan beberapa lokasi di Poco Leok yang akan dikerjakan untuk proyek geotermal telah rampung dilakukan; mulai dari sosialisasi awal hingga penetapan lokasi oleh Pemerintah Daerah. Tidak sampai di situ, sebenarnya proses ganti rugi atau kompensasi atau pembebasan lahan warga sudah dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terutama sesuai dengan adat-istiadat yang berlaku.

Namun demikian, hingga kini masih banyak kelompok masyarakat melalui LSM-LSM menyuarakan penolakan geotermal Poco Leok, sebagaimana dilakukan Center Asia baru-baru ini. Secara hukum pada prinsipnya tidak ada yang salah dengan aksi-aksi penolakan geotermal Poco Leok. Penolakan merupakan bentuk nyata kebebasan berpendapat setiap warga Indonesia yang dijamin dan dilindungi hukum. Persoalannya sekarang adalah pendapat-pendapat yang disuarakan sudah tidak lagi sesuai kenyataan di lapangan. Lebih dari itu, kebebasan berpendapat digunakan untuk memprovokasi sekaligus membodohi masyarakat luas. Padahal, kebebasan berpendapat mempunyai dasar moralitas (etik dan hukum) sebagaimana diamanatkan peraturan perundang-undangan.

Dasar Hukum

Kebebasan berpendapat merupakan suatu tindakan yang diakui, dilindungi dan dijamin oleh negara demokrasi melalui peraturan hukum yang berlaku. Kebebasan berpendapat tidak lain sebagai bentuk nyata dari komitmen negara dalam melindungi Hak Asasi Manusia (HAM). Bahwasannya setiap orang memiliki kebebasan untuk menyampaikan pendapatnya dihadapan umum, baik melalui aksi lapangan maupun melalui media-media seperti yang sedang saya lakukan.

Atas dasar kebebasan berpendapat itulah setiap orang ataupun kelompok dapat menyerukan pandangannya terhadap suatu peristiwa. Lazimnya dilakukan dengan mengkritik, membela hingga menolak sebuah kebijakan atau keputusan pemerintah-negara sebagaimana dilakukan kelompok penolak geotermal Poco Leok. Secara konstitusi Pasal 28E ayat (3) UUD  1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat. Ini artinya, setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk mengemukakan pendapat. Negara harus memberi ruang yang sebebas-bebasnya bagi setiap orang untuk menjalankan haknya tersebut.

Idea bersama dalam konstitusi di atas kemudian diperkuat melalui UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 25 UU HAM ini menegaskan bahwa setiap orang berhak menyampaikan pendapat di muka umum. UU ini pada dasarnya konkretisasi dari ketentuan UUD 1945 di atas. UU HAM ini telah memberikan penegasan bahwa setiap orang bebas berpendapat di hadapan umum. Di hadapan umum maksudnya dalam bentuk tindakan-tindakan legal seperti demonstrasi dan opini media.

Perlindungan terhadap kebebasan berpendapat kemudian diperkuat oleh UU hasil ratifikasi yakni Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil and Political Rights (kovenan Internasional Tentang Hak-hak Sipil dan Politik). UU ini menyatakan bahwa hak atas kebebasan berpendapat mencakup hak untuk mencari, menerima, dan memberikan informasi dan pemikiran. UU yang notabene sebagai hasil kesepakatan internasional ini kemudian memperluas ruang makna kebebasan berpendapat. Bukan saja sebagai aksi menyampaikan pendapat, melainkan sekaligus upaya mencari dan menerima informasi dan pemikiran. Artinya, negara tidak boleh membatasi ruang bagi setiap orang untuk memperoleh informasi dan pemikiran yang dibutuhkan. Tidak adanya pemberendalan media ataupun buku.

Provokatif dan Pembodohan Publik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun