Mohon tunggu...
Fais Yonas Boa
Fais Yonas Boa Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Peneliti

Aksara, Kopi dan kepolosan Semesta

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengenal Berpikir Kritis (Critical Thinking)

10 Oktober 2024   09:37 Diperbarui: 10 Oktober 2024   09:59 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Informasi dan pengetahuan sangatlah penting bagi seorang pemikir kritis. Hal ini dibutuhkan karena pemikiran atau argumentasi, dari seorang pemikir kritis tidak lain sebagai akumulasi dari informasi dan pengetahuan yang telah didapatkannya. Jika seorang pemikir kritis tidak memiliki informasi dan pengetahuan tentang apa yang disampaikannya, sudah pasti pemikiran atau argumentasinya akan mentok pada jalan buntu. Dan terutama akan sangat merugikan dirinya sendiri.

Kedua, kurangnya budaya baca

Seseorang tidak akan pernah mampu berpikir kritis kalau tidak pernah membaca buku atau setidaknya tidak pernah mengenyam pendidikan, baik formal maupun non formal. Soal membaca buku banyak diantara kita yang berpikir untuk apa rajin membaca buku, kalau tidak berguna bagi dunia pekerjaan. Pikiran seperti ini, mungkin ada benarnya ketika kehidupan manusia hanya terbatas pada perut dan lemak.

Padahal membaca buku adalah proses menginternalisasi ilmu pengetahuan dan informasi ke dalam memori ingatan kita. Tentu saja, semakin banyak bacaan yang masuk maka akan semakin menguntungkan kita. Selain itu, makin banyak bacaan makin kuat pula budaya berpikir kritis kita. Harus pula dipahami bahwa membaca buku dengan berpikir kritis, memiliki hubungan kausalitas-sebab akibat yakni membaca buku menyebabkan kita mampu berpikir kritis.

Ketiga, adanya prasangka

Salah satu yang dapat menghambat berpikir kritis adalah prasangka. Prasangka merupakan dugaan yang mendahului sesuatu yang belum terbukti kebenarannya. Rasa-rasanya, prasangka telah menjadi semacam trend berpikir sekarang ini. Padahal prasangka menyebabkan kita tidak mampu berpikir kritis. Bahkan, menumpulkan pemikiran kritis kita. Selain itu, prasangka juga membuat kita berpikir subyektif sehingga pemikiran atau argumentasi yang kita kemukakan tidak obyektif.

Keempat, adanya stigma

Stigma atau cap atau bahasa ilmiahnya stereotip, menjadi salah satu penyakit dalam berpikir kritis. Mengapa dikatakan penyakit?. Dikatakan demikian, karena stigma merupakan penilaian yang sifatnya negatif terhadap seseorang atau sesuatu berdasarkan masa lalu dari seseorang atau sesuatu tersebut. Stigma sangatlah berpengaruh buruk terhadap hasil pikiran kritis yang hendak kita sampaikan. Semua pikiran yang lahir dari stigma tidak akan menghasilkan pikiran yang baik apalagi pikiran kritis.

Keenam, rasionalisasi

Rasional itu baik dan penting karena itu soal kemasukakalan. Akan tetapi, ketika kita melakukan rasionalisasi dalam berpikir maka itu artinya kita sedang melakukan manipulasi pemikiran. Manipulasi pemikiran maksudnya kita berpikir dan mengemukakan pemikiran atau argumentasi hanya untuk kepentingan tidak baik. Sebenarnya banyak kasus yang dapat menunjukan rasionalisasi supaya dipandang sebagai pemikir kritis oleh orang lain.

Lihat saja mereka-mereka yang sering nongol di televisi. Tidak sedikit pemikiran atau argumentasi dari mereka yang sering menggunakan upaya rasionalisasi untuk mempertahankan pemikiran atau argumentasi. Terutama mereka yang kita sebut sebagai politikus atau pemain politik. Mereka-mereka ini, sering kali memanipulasi pemikiran atau argumentasi untuk kepentingan pribadi dan kelompok mereka. Rasionalisasi tentu saja menghambat pemikiran kritis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun