Transisi energi merupakan proses pengalihan energi yaitu dari energi tidak ramah lingkungan menuju energi hijau. Pengalihan menuju energi bersih telah menjadi kehendak bersama dunia internasional. Hal demikian dapat kita temukan dalam salah satu kesepakatan utama Presidensi G20 Indonesia yang dilaksanakan di Bali pada 2022.
Dunia internasional tampaknya sudah menuju perpisahan dengan energi berbahan fosil yang dinilai berdampak buruk pada lingkungan. Indonesia kemudian menindaklanjuti kesepakatan yang bernilai investasi tinggi tersebut dengan memaksimalkan proyek-proyek panas bumi (geotermal). Pertanyaannya sekarang ialah mengapa bukan pemanfaatan air, matahari atau angin? Apakah pemanfaatan geotermal sebagai upaya realistis transisi energi?
Terkait pertanyaan mengapa tidak memakai energi terbarukan seperti air, angin dan matahari; daripada membor bumi, jawabannya sangatlah variatif bahkan sarat kepentingan. Umum diketahui bahwa wilayah Indonesia menyimpan begitu banyak kekayaan alam yang dapat saja dimanfaatkan menjadi energi. Sebagai wilayah tropis yang mana memiliki curah hujan tinggi persediaan air pasti melimpah. Kenyataan seperti ini dapat menopang pemanfaatan air menjadi energi listrik.
Keuntungan menggunakan PLT Air adalah bersifat terbarukan dan sama sekali tidak memiliki emisi. Perawatannya juga murah meriah. Namun, pembangit yang satu ini juga memiliki kekurangan yakni dapat dipengaruhi oleh perubahan iklim. Kalau musim kemarau debit air pasti menurun sehingga daya yang dihasilkan pasti ikut menurun.
Sementara itu, untuk angin dan matahari masih sulit untuk diproyeksikan dapat dimanfaatkan sebagai energi listrik yang efektif. Energi angin dan matahari adalah energi yang terbarukan dan nol emisi. Akan tetapi, kedua sumber energi tersebut sangat bergantungan pada alam sehingga energi yang dihasilkan ditentukan oleh alam. Musim penghujan energi surya tidak mungkin dapat memproduksi energi secara stabil. Begitu pula angin yang sangat ditentukan oleh kecepatan angin. Kecepatan angin rendah maka energi yang dihasilkan juga akan rendah.
Selain air, matahari dan angin terdapat satu sumber energi terbarukan lagi yakni geotermal. Kalau ketiga sumber energi terbarukan di atas berada di atas permukaan bumi maka geotermal berada di dalam perut bumi. Energi yang satu ini didapatkan dengan cara membor bumi untuk mengambil panas bumi. Namun energi ini juga bersifat terbarukan dan minim emisi. Kekurangan utama pemanfaatan geotermal adalah tingginya kebutuhan air dalam pengoperasiannya.
Tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, energi inilah yang kini diniscayakan dapat menjadi alternatif transisi energi. Terutama pula negara Indonesia dikaruniai cadangan panas bumi yang berlimpah. Sebagaimana diketahui Indonesia adalah negara dengan cadangan geotermal terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Bahkan, sebesar 40% cadangan panas bumi di dunia ada didalam bumi Indonesia. Pada tahun 2023 kementerian ESDM mencatat potensi sumber energi yang terkandung dalam perut bumi Indonesia mencapai 23.965,5 megawatt (MW). Potensi tersebut baru dimanfaatkan sekitar 9,8 persen dengan kapasitas pembangkit listrik terpasang sebesar 2.342,63 MW. Ini artinya cadangan panas bumi yang terkandung dalam perut bumi kita masih sekitar 90% belum dimanfaatkan.
Kalau kita mencermati kelebihan dan kekurangan energi-energi terbarukan di atas (air, matahari, angin dan geotermal) dapat kita pahami beberapa hal: pertama, energi yang bersumber dari air, angin dan matahari sangat bergantungan pada alam khusunya cuaca. Sedangkan energi geotermal tidak bergantungan pada alam sehingga cenderung stabil. Kedua, pemanfaatan energi-energi terbarukan masing-masing memiliki dampak, baik kelebihan maupun kekurangan.
Dengan demikian kita semua perlu menyikapi transisi energi dengan pendekatan yang realistis. Realistis adalah suatu sikap yang terbuka, adaptif dan mempertimbangkan peluang positif terhadap kejadian-kejadian yang dihadapi. Terbuka dalam hal ini berarti mau menerima informasi dan bertukar pikiran dengan orang lain dalam menghadapi perkembangan dan perubahan. Adaptif artinya beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat dan zaman. Mempertimbangkan peluang adalah memperkirakan butterfly effect dari suatu kegiatan. Tentu saja dalam hal ini kegiatan pemanfaatan energi bersih.
Dalam menghadapi transisi energi seperti sekarang ini maka kita perlu terbuka, adaptif dan memperhitungkan peluang dari pemanfaatan energi-energi bersih di atas. Menurut hemat saya, menggunakan energi yang bergantungan pada alam (air, angin dan matahari) tidaklah efektif dan efisien. Mengapa dikatakan demikian? Jawabannya sederhana yaitu karena tidak akan memenuhi stabilitas energi. Kita memanfaatkan energi terbarukan bukan semata untuk beralih dari energi fosil tetapi terutama untuk menjaga ketersediaan energi.