Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang menjadi fondasi bagi kelangsungan hidup dan kesejahteraan masyarakat, pangan tidak hanya berfungsi sebagai sumber energi, tetapi juga memengaruhi kesehatan, ekonomi, dan stabilitas sosial masyarakat disuatu negara. Tanpa pangan yang cukup dan bergizi, masyarakat akan berisiko mengalami kekurangan gizi, yang dapat menyebabkan berbagai penyakit dan gangguan kesehatan. terutama berdampak pada anak-anak dan ibu hamil, yang membutuhkan nutrisi lebih tinggi untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki fokus penting pada pertanian sebagai pemenuhan pangan dalam negeri, namun saat ini kondisi ketahanan pangan dalam negeri sedang mengahadapi tantangan. meningkatnya jumlah penduduk menentukan tingginya permintaan bahan pangan, terutama pada beras yang dijadikan bahan pokok utama bagi masyarakat Indonesia, umumnya sebagai kebutuhan pokok rumah tangga.
Permintaan pada beras sebagai bahan pokok rumah tangga mengalami peningkatan 7,7% selama lima tahun terakhir, Bapanas mencatat, konsumsi beras per kapita Indonesia pada 2019 masih 78,71 kilogram/kapita/tahun dan pada 2023 tingkat  konsumsinya naik sebanmyak 3,2% menjadi 81,23 kilogram/kapita/tahun. Meskipun peningkatan permintaan pada beras melonjak tinggi, namun persoalan lain datang pada lahan pertanian perlahan menyusut, BPS mencatat, mayoritas atau 15,89 juta petani hanya memiliki luas lahan pertanian kurang dari 0,5 ha. Sebanyak 4,34 juta petani lahan pertaniannya hanya di kisaran 0,5-0,99 ha. Kemudian, petani yang luas lahan pertaniannya sebesar 1-1,99 ha sebanyak 3,81 juta jiwa,
lahan pertanian mulai dialih fungsikan sebagai aset properti seperti Kawasan perumahan maupun industri, Lahan yang sempit mengurangi kapasitas produksi mereka, sehingga hasil panen tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bahkan dalam beberapa kasus, pendapatan petani tidak sebanding dengan biaya produksi yang terus meningkat, seperti biaya pupuk, benih, dan perawatan. Hal ini membuat banyak petani terpaksa meninggalkan profesi mereka dan beralih ke pekerjaan lain yang dianggap lebih menjanjikan,
 kesulitan terhadap produksi pertanian yang berkurang berakibat pada pemenuhan pangan yang bergizi yang tidak merata dan hanya mengonsumsi pangan seadanya, hal tersebut rentan bagi anak-anak dan ibu hamil tidak mampu mendapatkan nutrisi yang bergizi, contoh nyata yang dialami masyarakat Indonesia saat ini adalah kasus stunting yang sempat berada pada posisi tertinggi. Faktor lain terjadi akibat kurangnya wawasan para orang tua yang tidak memperhatikan gizi pada anaknya, kerap kali orang tua hanya memberikan pangan yang hanya mengenyangkan tanpa memikirkan gizi dan nutrisi yang dikonsumsi oleh kalangan yang rentan seperti anak-anak & ibu hamil.
Usaha pemerintah dalam menangani stunting tidak adil jika tidak membuahkan hasil yang bisa dikatakan cukup baik Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, angka stunting di Indonesia pada tahun 2023 tercatat sebesar 21,5 persen, hanya turun 0,1 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 21,6 persen. Namun bukan berarti persoalan ini dapat diabaikan begitu saja, Pemerintah menjadi Lembaga yang terdepan dalam menjaga kedaulatan pangan melalui kebijakan yang diterapkan pada masyarakat, dalam kasus Stunting pemerintah beserta masyarakat perlu mengkampanyekan Gerakan penurunan stunting ke seluruh lapisan masyarakat. Lembaga Kesehatan perlu menuntun anggota masyarakat terkhusus pada tingkatan keluarga, sehingga pengawasan dan penerapan pencegahan dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Selain itu, pemerintah perlu meningkatkan akses distribusi pangan yang lebih luas dengan dukungan Pembangunan infrastruktur yang memadai untuk memudahkan proses distribusi pangan dari Produsen -- distributor -- hingga ke tangan konsumen.
Upaya lain berupa pembentukan program yang dapat mensejahterakan petani lokal dengan membatasi peralihan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian oleh pihak swasta, seharus pemerintah dapat memfasilitasi lahan pertanian yang sudah ada untuk dikelola oleh petani lokal ataupun buruh tani setempat. sehingga  petani memiliki harapan untuk mengelola lahan  pertanian, Dengan begitu diharapkan buruh tani dapat memaksimalkan daya produksi dari lahan pertanian yang dihasilkan, sehingga kenaikan harga dan ketergantungan impor bahan pangan dapat sedikit teratasi.
Segala upaya ini semestinya tidak semudah membalikan tangan, Perlu proses waktu yang Panjang untuk mengatasi persoalan tantangan pemenuhan pangan di negara kita, sebagai masyarakat sepatutnya ikut serta menjaga kestabilan pangan dengan melakukan pemantauan kebijakan, dukungan langsung dengan membeli produk lokal, ataupun membuat inovasi pangan sebagai pengganti bahan utama pangan seperti beras. Langkah Langkah tersebu sangat penting untuk menghasilkan keberlanjutan ketahanan pangan setelah keterpurukan negeri ini oleh Pandemi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H