Kecantikan Itu Bukan Satu Ukuran
Sejak kecil, banyak dari kita tumbuh dikelilingi citra "ideal" tentang perempuan cantik: kulit putih mulus, tubuh langsing, rambut lurus panjang, dan wajah tanpa cela. Standar yang dibentuk oleh media, iklan, bahkan lingkungan terdekat ini, lama-lama tertanam dalam pikiran. Tanpa sadar, banyak yang jadi membandingkan dirinya dengan versi sempurna yang... sebenarnya tidak realistis.
Tapi sekarang, dunia sudah mulai berubah. Narasi tentang kecantikan pun ikut bergeser. Kita mulai bertanya, "Kenapa sih harus begitu?"
Dari Korea ke Afrika: Dunia yang Semakin Beragam
Perubahan besar datang dari berbagai belahan dunia. Korea memang sempat mendominasi dunia kecantikan dengan tren kulit glowing dan tampilan flawless. Tapi di sisi lain, gerakan mencintai warna kulit asli, mencintai tekstur rambut alami, dan menerima bentuk tubuh yang berbeda juga mulai berkembang dari Barat dan Afrika.
Banyak brand besar mulai merekrut model dengan rupa yang sebelumnya jarang muncul: model plus-size, perempuan berhijab, model dengan vitiligo, bahkan dengan bekas luka. Dunia perlahan mulai mengakui: cantik itu beragam.
Kita hidup di zaman di mana keberagaman bukan lagi sekadar "wacana", tapi sudah menjadi arah gerak baru yang lebih inklusif.
Media Sosial: Antara Tekanan dan Harapan Baru
Memang, media sosial kadang bikin kita insecure---filter-filter sempurna, wajah V-shape, hidung mancung digital, semua bisa bikin kita lupa wajah asli kita kayak gimana. Tapi jangan lupa, medsos juga tempat di mana banyak perempuan berbagi cerita perjuangan mereka melawan standar yang tidak sehat.
Ada yang dengan berani mengunggah wajahnya tanpa makeup. Ada yang memamerkan stretch mark-nya sambil bilang, "Ini bukti aku hidup." Ada pula yang bangga menunjukkan tubuhnya pasca melahirkan. Semuanya membuktikan satu hal: kecantikan bisa datang dalam bentuk apa saja.