Pasca Perang Dunia Kedua, yang dimenangkan oleh dua kemampuan besar dunia yang mana adalah Amerika Serikat dan Uni Soviet, dunia kembali mengalami masa perang. Namun perbedaan yang signifikan adalah perang yang dinamakan Cold War atau Perang Dingin ini tidak melibatkan senjata dan alat yang digunakan untuk berperang melainkan saling beradunya dua ideologi besar dunia yang dianut oleh Amerika Serikat dengan ideologinya Liberalisme yang menitikberatkan pada kebebasan individual tanpa campur tangan pemerintah melawan Uni Soviet dengan ideologi Komunisme yang lebih mengarah pada penghapusan kepemilikan pribadi dan digantikan dengan kepemilikan bersama yang bertujuan agar terciptanya pemerataan serta meletakkan kepentingan kelompok diatas kepentingan individu dengan campur tangan pemerintah didalamnya. Kedua negara terus melancarkan penyebaran ajaran dari masing-masing ideologi yang dianut namun hanya satu yang menjadi pemenang dari Perang dingin ini, yakni Amerika Serikat. Dengan demikian, sistem tata dunia menjadi berbentuk unipolar dengan fokus utama berpusat pada Amerika Serikat yang menjadi negara adi daya yang memiliki hegemoni atas seluruh negara di dunia. Sedangkan Uni Soviet runtuh dan terpecah menjadi beberapa negara diantaranya Rusia, Armenia, Latvia, Belarus, Lithuania, Estonia, Moldova, Georgia, Kazakhstan, Uzbekistan, Tajikistan, Kirgizstan, Turkmenistan dan terakhir Ukraina.Dari kelimabelas negara pecahan Uni Soviet, beberapa negara memilih tetap menganut ideologi Komunisme, ada yang lebih mengarah kepada Liberalisme dan ada pula yang memposisikan diri sebagai negara yang netral. Rusia adalah salah satu negara yang berpegang teguh pada ideologi Komunisme, sedangkan Ukraina lebih memilih untuk menjadi negara yang netra. Meskipun di era pasca Perang Dingin, kepemerintahan Ukraina lebih condong pada Rusia dibawah kepemimpinan presiden Victor Yanukovych, terdapat serangkaian konflik internal yang terjadi di Ukraina karena tidak ingin negaranya condong kearah pemerintahan Rusia, maka presiden Yanukovych digulingkan.
Dan kini, dibawah kepemimpinan Presiden Volodymyr Zelensky, kepemerintahan Ukraina justru lebih condong ke negara-negara Eropa yang secara teknis merupakan negara-negara penganut ideologi Liberal dengan terus menjalin kerja sama termasuk juga kerja sama Ukraina bersama dengan sebuah organisasi yang ada di Eropa bernama Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau The North Atlantic Treaty Organization (NATO). Organisasi ini bertindak di bidang pertahan militer untuk seluruh anggotanya dari berbagai ancaman konflik.
Meskipun pada awalnya NATO dibentuk untuk membendung atau mengentaskan pengaruh ideologi Komunisme di tahun 1949, NATO kini lebih berfokus pada pengamanan konflik yang terjadi di dunia. Sedangkan Rusia, masih dengan ideologi Komunisme yang dianutnya, selalu menjadi pihak yang bersebrangan dengan Amerika Serikat dan aliansinya di Eropa termasuk juga NATO.
Akhir-akhir ini, dunia dihebohkan dengan isu-isu mengenai konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Konflik ini diakibatkan oleh semakin intens nya keterkaitan Ukraina bersama dengan NATO dengan aksi NATO yang membantu kemiliteran Ukraina dan juga turut serta mengirim pasukan militer guna meningkatkan pertahanan atau militer yang dibangun oleh Ukraina. Presiden Rusia, Vladimir Putin yang melihat hal ini kemudian merasa terancam karena aksi yang dilakukan oleh NATO bersama dengan Ukraina dikhawatirkan akan mengancam Rusia.
Oleh sebab itu, Putin terus menyerukan kepada negara-negara yang tergabung kedalam NATO agar tidak membantu kemiliteran Ukraina. Namun permintaan Presiden Putin ini tidak di indahkan oleh NATO yang kemudian membuat Putin semakin geram dan mengancam akan melakukan invasi atau penyerangan kedalam batas wilayah Ukraina dengan pasukan militer Rusia jika NATO tidak menarik mundur pasukannya dari Ukraina.
Setelah ultimatum Presiden Putin yang tidak berhasil, Rusia tidak memiliki jalan lain untuk mempertahankan keamanan negaranya dari kekhawatiran atas kemungkinan-kemungkinan terburuk atau dengan kata lain selain dengan aksi invasi militer kepada Ukraina. Hal ini disebutkan dengan istilah Security Dilemma yang dimunculkan dalam buku karya John H. Herz yang berjudul Political Realism and Political Idealism tahun 1951 dimana peningkatan kekuatan militer dan alutsista yang dilakukan oleh sebuah negara memungkinkan negara lain khususnya negara tetangga menjadi merasa terancam akan keamanannya dengan ikut serta meningkatkan kekuatan militer dan alutsista  negaranya. Bahkan jika masih juga merasa terancam, maka kemungkinan yang dapat terjadi hanyalah menyerang atau diserang sesuai dengan konsep Realisme. Hal inilah yang kemudian terjadi pada Rusia dan Ukraina sekarang.
Per tanggal 24 Februari 2022 Presiden Putin melancarkan invasi kepada Ukraina dengan memerintahkan pasukannya untuk mengirim ledakan ke beberapa titik di sejumlah kota di Ukraina termasuk Kyiv yang merupakan ibukota Ukraina. Keadaan konflik bersenjata terus berlanjut dengan kondisi terkini, Rusia telah berhasil merebut salah satu PLTN milik Ukraina. Beberapa ledakan besar juga telah terjadi di sejumlah kota di Ukraina termasuk salah satunya adalah kota Odessa, serta konflik bersenjata juga terjadi di Chaplynka antara warga sipil Ukraina melawan pasukan Rusia.
Selain itu, penduduk sipil tidak terkecuali anak-anak dan lansia di Lviv, Ukraina terpantau telah melakukan latihan penggunaan senjata pada Senin (07/03) yang langsung dilatih oleh instruktur militer Ukraina. Seruan pembunuhan kepada Presiden Putin juga telah dinyatakan oleh salah seorang senator Amerika Serikat yang bernama Lyndsey Graham yang sangat geram atas apa yang telah dilakukan oleh Presiden Putin dan mengatakan bahwa seseorang yang ada di Rusia harus membunuh Presiden Putin, itulah yang harus dilakukan agar perang ini segera berakhir karena telah melakukan aksi kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang. Sementara itu, beberapa negara di Eropa termasuk Inggris telah membuka lebar akses pengungsi yang berasal dari Ukraina.
Hingga kini, Selasa (08/03), Presiden Putin telah menanggapi tudingan atas kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang dengan mengusulkan gencatan senjata yang memungkinkan evakuasi dapat dilakukan di lima kota Ukraina diantaranya Kyiv, Chernihiv, Sumy, Kharkiv dan Mariupol. Namun Ukraina tak kunjung memberikan respon resmi terkait dengan usulan gencatan senjata yang telah diusulkan oleh Presiden Putin. Perundingan ketiga juga telah dilakukan antara Ukraina dan Rusia dengan memberikan akses logistik bagi warga sipil atau non-kombatan Ukraina yang terdampak dalam invasi Rusia, merespon tudingan kejahatan kemanusisan.
Juru bicara kantor kepresidenan Rusia, Dmitry Peskov telah menyatakan bahwa Rusia menuntut Ukraina agar segera menghentikan aksi militernya, dan merubah konstitusi yang menjunjung tinggi netralitas yang dalam hal ini tidak condong ke arah barat seperti kepemerintahan presiden Zelensky yang akhir-akhir ini sangat condong pada negara-negara barat yang direspon oleh Rusia sebagai sebuah ancaman yang serius.
Selain itu, Peskov juga menuntut Ukraina agar mengakui Crimea sebagai wilayah Rusia serta menyatakan dua wilayah separatis Ukraina diantaranya Donetsk dan Luhansk sebagai suatu wilayah yang merdeka dan berdaulat. Jika Ukraina bersedia melaksanakan apa yang menjadi tuntutan Rusia, maka Rusia bersedia menarik mundur pasukannya dan tidak lagi menyerang wilayah Ukraina. Hal ini disampaikan oleh Reuters yang merupakan sebuah media berita internasional.