Mohon tunggu...
Fairuzul Mumtaz
Fairuzul Mumtaz Mohon Tunggu... profesional -

http://dialogkamboja.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menemani Istri Belanja di Supermarket

1 Desember 2012   06:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:23 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti kata Istriku, “Panas ya, Mas.”

Belum siang benar kami keluar rumah. Kira-kira pukul 10 pagi kami keluar rumah dan menuju super market terdekat membeli kebutuhan dapur. Agak tidak menyenangkan sebenarnya. Selain cuaca yang cukup terik, belanja adalah salah hal yang tidak saya senangi. Tak sekali ini istri saya mengajak belanja. Beberapa kali ajakannya itu saya tolak. Tapi tak apalah kali ini, menemani istri toh bukan hal buruk.

Sebelum berangkat, aku sempat menanyakan pada istriku, barangkali berminat beli kebutuhan dapur di pasar tradisional? Jarak rumah kontrakan kami memang lebih dekat ke pasar tradisional ke timbang ke pasar swalayan. Tapi ia menolak. Sederhana alasannya, “Kalau di pasar memang lebih murah, beli sayur seribu memang dapat banyak tapi kita tak pernah mengahbiskannya berdua. Lebih banyak terbuangnya. Sementara kalo kita beli seribu di super market, beli sayur seribu sesuai dengan takaran kita,” maklum, kami belum punya kulkas untuk menyimpan sayur mayor agar tak cepat basi.

Di perjalanan sepanjang Jl Imogiri Timur, mata saya tengak-tengok kanan kiri, mencari-cari toko bangunan yang menjual selang. Selang air cukup penting di rumah kontrakan kami. Kami perlu menyiram halaman dengan air agar udara tak terlalu panas, juga saya tak bisa lama-lama menahan diri untuk mencuci motor sendiri. Meski kadang tak sebersih tukang cuci motor karena dengan peralatan yang sederhana, mencuci motor sendiri akan menemukan kepuasaan tersendiri. Beberapa toko bangunan tutup, maklum hari minggu. Beberapa toko yang buka tak memajang selang air depan toko mereka. Begitu kebiasaanku, jika sebuah toko tak memajang barang yang aku cari, biasanya aku tak berhenti di toko itu. Malas bertanya. Iya kalau ada, kalau tidak aku harus menaiki motor lagi dan membayar parkir lagi setibanya di toko yang lain. Repot kan? Kalau barang yang dicari terpajang di depan atau etalase, tinggal tanya harga dan tawar lalu beli. J

Selepas dari Jl Imogiri Timur, saya mengarahkan motor tidak di jalur utama, mencari jalanan yang rindang. Tibalah kami di jalur perkampungan. Agak berbelok memang. Selain teduh dengan pohon-pohon di samping-samping jalan, jalur perkampungan bisa memperpendek perjalanan karena tak harus melewati lampu merah. Jalan perkampungan itu menyimpan kenangan kami sewaktu masih pacaran. Dulu saya pernah tinggal di daerah itu, daerah yang terkenal dengan kerajinan perak di Jogja, Kota Gede.

Sampailah kami di Super Market. Segera parkir dan masuk. AC memang menyejukkan.

Yang pertama dicari istriku adalah kecap. Saya agak heran, kenapa tidak beli botol yang besar sekalian. Lalu ia menjelaskan, “Yang itu kecap manis dan kita sudah punya di rumah. Sementara yang ini kecap saus tiram,” saya mengalah. Diam. Lalu kami beranjak ke rak yang lain. Berputar-putar, mengambil beberapa barang yang diinginkan.

Selesai dengan beberapa barang, tibalah kami akan membeli lauk. Berkali-kali saya bilang pada istri saya, saya tak suka ditanya soal menu makan. Masak saja kalau ingin masak, pasti aku makan, kecuali kalau sayur-sayuran, agak pilih-pilih. Pertanyaannya begini, “Mau dimasakin apa?” tentu maksudnya ingin menyenangkan saya dengan masakan yang saya senangi. Tapi saya sudah terlanjur tak senang jika ditanya soal menu makanan. Soal ini kami belum bisa berdamai. Maklum usia pernikahan kami baru sebulan lebih dua belas hari. Istri kemudian memilih bandeng super untuk menu makan kami. Dalam hati saya, “Bandeng super pasti enak!”

Saya tak tahu apakah harga di beberapa barang yang diinginkan istri di super market sama dengan harga di pasar tradisional. Tapi yang jelas, untuk harga beras, jauh lebih murah di pasar tradisional.

Selesai dengan beberapa barang di super market, istri saya mengajak ke pasar tradisional dan membeli beras di sana. Jauh lebih murah ternyata. Istri saya memang istri yang bijak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun