Oleh: Ahmad Fairozi*
Dengan semakin matangnya proses berorganisasi di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), tentunya kader PMII lebih berkomitmen untuk menjadikan paradigma kaderisasi sebagai norma dalam bingkai pergerakan menuju program dan kegiatan nyata yang lebih menekankan kepada sisi intelektualitas kader dari pada yang bersifat formal. Keharusan mengasah intelektualitas kader untuk memberikan sebuah inovasi sistematis demi menjaga marwah organisasi dengan mengedepankan akan kebutuhan ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan.
Selama ini, pola kaderisasi yang dibangun hanya terfokuskan pada satu sisi, yaitu sisi melakukan kegiatan formal saja tanpa melihat sisi lainnya. Intelektualitas kader yang juga harus diimbangi dengan kegiatan informal dan nonformal yang lebih menekankan pada luasnya disiplin ilmu pengetahuan, ternyata masih belum maksimal. Bahkan, jarang dilakukan oleh struktural PMII hampir diseluruh level kepengurusan.
Dampaknya, sangat sedikit dari sekian jumlah kader yang banyak secara kuantitas, tidak dapat keluar menjadi inisiator dalam menumbuh kembangkan kreativitas yang nyata. Kader hanya terbatasi oleh acara seremonial belaka yang itu semua sudah menjadi suatu kewajiban bersama untuk dilakukan secara berkelanjutan, tapi tidak diimbangi dengan pola penyempurnaan nyata kebutuhan akan kualitas intelektual kader itu sendiri.
Struktural PMII sebagai penanggung jawab penuh, harus gencar mempromosikan bahwa paradigma kaderisasi wajib ditekankan pada muatan informal dan nonformal. Agar kader tidak memandang bahwa kegiatan formal menjadi kompetisi menuju perbaikan pola kaderisasi, tapi bagaimana struktural PMII mampu memfasilitasi kegiatan yang memberikan nilai lebih pada kader dengan prioritas yang sama terhadap kegiatan informal dan nonformal.
Harus dipahami, kegiatan formal kaderisasi hukumnya wajib dilakukan oleh struktural PMII dalam rangka mempersiapkan benih-benih generasi struktural tadi. Namun, jika struktural PMII hanya memfokuskan diri pada kegiatan formal, maka disitulah letak stagnasi kader yang tidak peka membaca peluang pentingnya membekali calon generasi struktural tadi dengan muatan intelektual yang memadai. Dengan keadaan demikian, maka struktural PMII akan mengalami kepincangan pada proses perjalanannya nanti.
Kader selalu di tuntut untuk tidak berpikir sempit, karena kader adalah orang yang diharapkan akan memegang peranan penting dalam sebuah organisasi. Mampu memilah dan memilih sebagai strategi kaderisasi dibutuhkan dari pada sekedar mengedepankan keinginan eksklusif yang tidak berdasar. Kompetisi itu harus memberikan efek lebih dari hanya sekedar loyalitas terhadap organisasi. Dilain sisi, kader dituntut bergerak solutif dalam merangsang gaya berpikir yang luas dengan saling membutuhkan satu sama lainnya.
Kompetisi penting untuk digiatkan, mengingat akan pentingnya rangsangan semangat untuk bergerak bersama-sama dalam menggapai cita-cita dan tujuan organisasi. Namun, bukan sekedar kompetisi pada tahap kegiatan formal saja, melainkan juga memberikan porsi yang sama atau bahkan lebih kepada kegiatan informal dan nonformal.
Bukankah Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII mengajarkan yang demikian? Dengan rumusan kerangka refleksi, aksi dan ideologis, ketiganya menekankan akan terciptanya peluang dan mendorong gerak organisasi serta melandasi kader dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan keorganisasian demi terwujudnya cita-cita dan tujuan organisasi. Harus dicermati bahwa tidak menitik tekankan pada kegiatan formal, melainkan kegiatan-kegiatan organisasi yang tafsirnya sangat umum.
Karakter sebagai organisatoris harus terbangun dengan kesadaran akan pentingnya mencapai sebuah cita-cita dan tujuan bersama dalam mengembangkan keorganisasian dengan baik. Merawat eksklusifitas tanpa memperdulikan keadaan, tidak mencerminkan kader seperti yang telah tertuang dalam NDP PMII. Melihat pada aspek tersempit tanpa berdasarkan analisa menyeluruh, membutakan kader akan pentingnya memperjuangkan cita-cita dan tujuan organisasi sebagaimana mestinya.
Tanggug Jawab Bersama