Mulai dari sang legenda Muhammad Ali yang mengidap Penyakit Parkinson, hingga Prichard Colon yang coma selama 221 hari sebelum bangun dalam kondisi vegetatif dan tidak dapat berbicara, olahraga bela diri tidak jauh dari kekhawatiran akan kerusakan otak. Namun, apakah benar kasusnya seperti itu untuk semua olaharaga bela diri? Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama-tama kita harus melihat statistik dari Cedera Otak Traumatis pada atlet dari berbagai cabang bela diri. Namun untuk mempermudah ulasan, artikel ini akan membagi olahraga bela diri menjadi 2 bidang saja, yaitu Striking yang direpresentasikan oleh olahraga Tinju, dan Grappling, yang direpresentasikan oleh olahraga Brazilian Ju-Jitsu (BJJ).
Olahraga Tinju adalah salah satu bidang bela diri yang berfokus pada memukul tubuh bagian atas serta kepala musuh hanya menggunakan kepalan tangan yang dibalut sarung tinju, umumnya dengan berat sarung tinju 8 ons hingga 12 ons. Sedangan BJJ merupakan salah satu bidang bela diri yang berfokus pada cekikan dan manipulasi sendi tubuh dengan tujuan menyebabkan musuh pingsan atau menyerah akan rasa sakit yang dirasakan. Bila dipikir dengan logika dangkal, memang kedua olahraga ini terlihat sangat bisa menyebabkan trauma pada otak karena hantaman berulang pada kepala atlit Tinju dan kondisi Hipoksia atau kekurangan oksigen berulang pada atlit BJJ. Untuk memperjelas dugaan ini, berikut statistic cedera ptak traumatis pada kedua cabor ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh ahli.
Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2000 oleh Jordan, 20% dari atlit tinju professional mengalami cedera otak traumatis kronis, dan 40% dari semua atlit tinju professional yang telah pension mengalami gejala cedera otak kronis. Pada Brazilian Ju-Jitsu, Prevalensi cedera otak adalah 25% menurut penelitian dari Spano pada tahun 2019. Walaupun demikian, ada penelitian baru yang menyatakan bahwa praktisi BJJ justru memiliki kesehatan otak yang lebih baik daripada mereka yang tidak, karena frekuensi mereka dicekik dan kekurangan oksigen membuat para atlit memiliki aliran darah yang lebih lancer pada jaringan otak mereka pada kondisi normal.
Tidak bisa dipungkiri bahwa berkecimpung dalam dunia olahraga bela diri memiliki resiko seperti yang telah tertulis diatas. Namun, bagi penggemar olahraga bela diri yang masih ingin melanjutkan hobi atau karirnya, ada beberapa tips yang dapat dilakukan, meliputi:
- Gunakan atribut dan pelindung yang memadai.
Menggunakan atribut dan pelindung yang memadai seperti sarung tinju dan headgear yang berkualitas akan mengurangi resiko cedera otak.
- Membiasakan sparring dengan teknik dan intensitas yang baik dan teratur.
Teknik yang memaddai dari kedua belah pihak, serta pengaturan intensitas yang tidak all out atau “Hard Sparring” pada tiap sesi sparring akan mengurangi resiko cedera sekaligus membantu untuk focus pada teknik.
- Berlatih di tempat yang memadai
Untuk olahraga beladiri yang melibatkan lemparan dan bantingan seperti judo, jujitsu, atau silat, berlatih diatas matras yang berkualitas baik akan mengurangi benturan saat terjatuh sehingga resiko cedera otak pun akan berkurang.
Menekuni olahraga beladiri memiliki banyak kelebihan dan manfaat untuk kesehatan jiwa dan raga. Namun, ada baiknya selalu berhati-hati dan berlatih secara aman untuk mencegah cedera otak yang dapat dihindari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H