Benarkah sila Pertama Pancasila di ubah "Ketuhanan yang Berkebudayaan"?
Jember:- Belakangan ini beredar kabar tentang di ubahnya sila pertama Pancasila menjadi "Ketuhanan yang Berkebudayaan" seperti yang tertera dalam Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Berita ini mengacu pada postingan salah satu warga net bernama Hafid Daeng Al Makassary yang di unggah pada 13 Juni 2021. Dalam unggahannya, ia mengatakan sila pertama pancasila telah di ubah menjadi "Ketuhanan yang Berkebudayaan". Ia juga membagikan foto siaran televisi nasional dengan judul " RUU HIP Buka Pintu Komunisme?"
Dari postingan yang di unggah di laman media sosialnya, ia menuai kecaman dan berbagai respon dari masyarakat dan warga net. Setelah di telusuri lebih lanjut, ternyata hal ini "Tidak Benar" alias "HOAX". Jadi, beredarnya kabar tentang di ubahnya sila pertama falsafah negara Indonesia menjadi "Ketuhanan yang Berkebudayaan" adalah tidak benar adanya.
Mengapa sampai terjadi HOAX pada pemberitaan falsafah negara?. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang falsafah negaranya sendiri. Perlu ada edukasi dan bimbingan lebih lanjut guna menghindari kesalah pahaman dalam menafsiri falsafah negara. Faktanya, "Ketuhahan yang Berkebudayaan" adalah bagian dari Trisila, dimana Trisila ada;lah pemikiran Bung Karno dalam pidatonya. Akan tetapi pernyataan "Ketuhanan yang Berkebudayaan" bukanlah kata yang terlontar langsung dari bibir Sang Proklamator ini melainkan oleh Pengkaji dan Pengikutnya.
Dalam pidatonya, Ir. Soekarno diatas, dapat kita pahami bahwasannya ada dua makna yang terkandung di dalamnya. Pertama, Ir. Soekarno lebih condong pada "Ketuhanan Yang Maha Esa" dalam pidatonya pada sila ke-lima (sebelum di urutkan), hal ini mencerminkan sosok Bung Karno yang teguh pendiriannya dalam menjadi seorang Muslim. Sedangkan pernyataan Ir. Soekarno "Ketuhanan yang Berkebudayaan" adalah wujud pengamalan dari penggambaran bahwa bangsa Indonesia tidak hanya memiliki satu agama saja, melainkan ada berbagai agama yang bertengger di negara Indonesia yang harus kita hormati.
Makna yang ke-dua yakni, Frasa "Ketuhanan yang Berkebudayaan" di jelaskan oleh Ir. Soekarno sebagai, dalam menjalankan kehidupan umat beragama hendaknya tidak disertai sikap egoisme. Ini artinya tidak tidak disertai kebencian sebab adanya perbedaan. Begitu juga Ketuhanan yang Berbudi Luhur dan saling menghormati, artinya dalam menjalani kehidupan umat beragama, kita harus menjunjung tinggi toleransi.
Untuk menghindari adanya kesalah pahaman dalam memaknai falsafah negara Indonesia, hendaknya kita:
- Jangan melupakan sejarah dan makna dari sejarah itu.
- Mempelajari suatu ilmu dengan teliti, terutama ilmu sejarah yang banyak mengundang kontroversi.
- Memilih sumber yang jelas dalam memahami falsafah negara.
- Memupuk rasa nasionalisme dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara
- Mengembangkan pengetahuan guna memperkuat ilmu Ketuhanan agar tidak salah memahami sila pertama dalam Pancasila.
Kalaupun kita menggunakan media sosial, manfaatkanlah dengan sebaik mungkin.Pelajari informasi yang aktual dari sumber yang terpercaya. Dan hindari dari penyebaran berita Hoax. Karena sejatinya negara Indonesia membutuhkan warga negara yang jujur, kreatif dan inovatif. Bukan warga negara yang kontraproduktif, inklusif dan masyarakat yang monoton.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H