Mohon tunggu...
Faiqotul Hikmah
Faiqotul Hikmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN KHAS JEMBER

UIN KH Achmad Shiddiq Jember

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Politik Hukum Pembaruan Hukum Keluarga Islam di Indonesia

17 Oktober 2021   21:47 Diperbarui: 17 Oktober 2021   22:00 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu bentuk hukum yang diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi reformasi hukum di Indonesia adalah hukum Islam. Hukum Islam, serta hukum keluarga Islam , diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi reformasi hukum saat ini. 

Reformasi hukum seperti ini merupakan bagian dari kebijakan hukum yang bertujuan untuk melaksanakan reformasi hukum untuk membuat keputusan pemilu  mengenai tujuan dan cara yang digunakan untuk mengatur kehidupan sosial masyarakat Muslim di Indonesia.

Reformasi hukum itu sendiri menyesuaikan dengan dinamika perkembangan  masyarakat. Dalam Islam dikenal ungkapan La Yunkar taghayyur alahkam bi taghayyur alazman. Aturan ini menjelaskan bahwa dengan perubahan waktu dan tempat hukum juga memerlukan perubahan, baik  normatif maupun praktis. Suatu ketika suatu aturan hukum  disepakati dan digunakan sebagai pedoman bagi masyarakat, tetapi di lain waktu undang-undang tersebut dapat dianggap tidak relevan, sebagai pedoman yang tidak memadai dan tidak dipraktikkan oleh masyarakat.
 
Hal ini sesuai dengan konteks Indonesia,  negara yang telah menerapkan pembaruan  hukum keluarga Islam.  Secara historis, pembaruan hukum perkawinan Islam di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga periode, yaitu:
 (1) pra-kolonial;
 (2) zaman penjajahan; dan
 (3) masa kemerdekaan  (orde lama, orde baru dan masa Reformasi).
 Dalam setiap periode ini, hukum keluarga Islam mengalami perubahan dan pembaruan.

Masalah yang menjadi perdebatan dalam peraturan pernikahan adalah; pada masa penjajahan, yaitu: poligami, perkawinan di bawah dan perceraian sewenang-wenang. Pada masa reorganisasi (UU No. 1 Tahun 1974): aturan pencatatan perkawinan, poligami, pembatasan usia minimum untuk perkawinan, perkawinan beda agama, pertunangan, perceraian dan masalah anak.
 
Karena dalam Reformasi ada dua; CLD pertama  KHI mendefinisikan nikah, rukun nikah, rukun nikah, wali, saksi, catatan, umur nikah, mahar, nikah beda agama, poligami, talak dan rujukan, iddah, ihdad, tunjangan, nusyuz, kedudukan dan tanggungan suami istri dan hak dan kewajiban suami istri.

Kedua RUU HTPA: untuk bidang agama adalah masalah perkawinan siri, sedangkan bidang feminis mencakup semua pasal yang masih spesifik gender (sejak RUU ini diadopsi oleh KHI yang telah ditanggapi oleh  TIM PUG Depag RI dengan CLD KHI).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun