Mohon tunggu...
Faiq Nizamuddin
Faiq Nizamuddin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Hubungan Internasional, Universitas Jember

Mahasiswa yang memiliki ketertarikan dengan isu-isu Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kelangkaan Minyak Goreng dan Ekonomi Politik

6 Maret 2023   08:20 Diperbarui: 6 Maret 2023   08:24 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemerintah Indonesia benar-benar sedang diuji oleh berbagai masalah yang datang. mulai dari covid-19 (coronavirus disease) yang mulai terdeteksi pertama kali di indonesia pada tanggal 2 maret 2020 yang akibatnya berdampak cukup besar bagi roda perekonomian di Indonesia kala itu. Menjelang satu tahun terjadi kembali kasus yang menyerang dunia perekonomian di Indonesia yakni kasus kelangkaan minyak goreng yang ada di Indonesia. Terjadinya kelangkaan pada minyak goreng tidak terlepas dari cara kerja supply and demand atau penawaran dan permintaan.  

Minyak goreng menjadi salah satu barang pokok yang sering digunakan di Indonesia hampir semua makanan yang ada memasak menggunakan minyak goreng agar bisa di konsumsi. Sehingga memiliki pengaruh yang cukup besar dalam dunia perekonomian di Indonesia. Dalam kasus kelangkaan minyak goreng ini yang dihimpun dari beberapa sumber bahwa telah terjadi peningkatan permintaan atau demand sedangkan terjadi penurunan supply atau penawaran terhadap sebuah barang. menjadi cukup mengherankan Indonesia sebagai negara dengan tingkat ekspor tertinggi namun di negaranya sendiri malah terjadi kelangkaan minyak goreng. Persoalan ini tidak hanya terkait dengan proses ekonomi namun ada permainan politik yang terjadi.

Sebagai jawaban dari masalah kelangkaan minyak goreng Menteri perdagangan Zulkifli hasan mengeluarkan minyak goreng bersubsidi merek minyakita untuk menstabilkan harga minyak goreng di pasaran. Minyakita adalah minyak yang digelontorkan oleh kementerian perdagangan dengan merek yang dimiliki oleh kementerian perdagangan. Pada awalnya minyak ini dibuat untuk memenuhi kelangkaan minyak goreng yang terjadi antara 2021 hingga 2022. Penjualan minyak goreng bersubsidi ini mendapatkan Pengawasan ketat agar bisa tepat sasaran. Minyakita dipatok dengan Harga Eceran tertinggi yaitu 14.000 ribu rupiah dengan harapan semua warga bisa mendapatkan minyak goreng yang murah. namun hal itu tidak berjalan dengan baik hingga hari ini. Isu ekonomi yang terjadi ini jangan-jangan bukan karena kelangkaan sumber daya namun ada sisi lain diantaranya distribusi dan juga kemiskinan. Bisa jadi kelangkaan Minyakita yang terjadi karena masalah distribusi, akses yang terhambat oleh masyarakat terhadap minyak goreng murah.

Selanjutnya, Industri kelapa sawit merupakan industri yang sangat penting bagi negara karena menyerap banyak tenaga kerja dan juga hasil produksi yang sering digunakan masyarakat. Minyak nabati yang paling diminati oleh masyarakat dunia yaitu Crude Palm Oil (CPO) sedang mengalami peningkatan harga jual di pasar internasional sehingga para produsen lebih memilih menjual ke luar negeri untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar daripada di dalam negeri. Kala itu harga CPO dunia berada di sekitar sebelas ribu hingga tiga puluh lima ribu dollar Amerika serikat. Kebijakan pemerintah tentang program B30 yaitu mewajibkan percampuran antara 30 persen biodiesel dan 70 persen bahan bakar minyak jenis solar juga turut serta mempengaruhi langkanya minyak goreng di pasaran.

Pemerintah berusaha untuk mengatasi masalah ini melalui kebijakan-kebijakan yang sudah di susun oleh menteri perdagangan yaitu kebijakan harga eceran tertinggi minyak sawit dan Domestic Market Obligation (DMO) yaitu kebijakan untuk mewajibkan perusahaan memasok produksi untuk pasar yang ada di dalam negeri. Untuk mengatasi sebuah kelangkaan pemerintah harus mengoptimalkan Dengan menghindari transaksi di luar pasar dengan sebaliknya.

Dalam bingkai ekonomi politik, maka tidak ada kebijakan yang mampu memberikan kepuasan maksimal kepada semua pihak. selalu akan terdapat pihak-pihak yang diuntungkan dan juga dirugikan. Disinilah pemerintah memainkan perannya sebagai yang memiliki wewenang dalam mengatur kebijakan. Menurut Meidi seperti yang disampaikan dalam Diskusi tentang "Strategi Penyelesaian Krisis Minyak Goreng di Indonesia" Pemerintah akan memiliki dua pilihan yaitu memilih pasar atau masyarakat.

Banyak muncul narasi yang menyebutkan bahwa pemerintah kurang peduli dengan masyarakat atau bahkan hanya memanfaatkan masyarakat untuk mencari keuntungan, disisi lain muncul juga narasi ketergantungan terhadap konsumsi minyak goreng dalam negeri sehingga menyebabkan kekurangan karena stok yang tidak mencukupi belum lagi mafia-mafia yang menjual harga tidak sesuai dengan harga eceran tertinggi hingga isu penimbunan minyakita.

Menurut Zulkifli Hasan menteri perdagangan terdapat beberapa penyebab kembali langkanya minyak goreng di masyarakat yakni penurunan penyaluran minyak goreng akibat realisasi pemenuhan minyak goreng untuk kebutuhan dalam negeri yang turun dari target pemenuhan bulanan 300 ribu ton. Minyakita yang hadir sebagai alternatif minyak goreng kemasan yang terjangkau di masyarakat ini tidak sesuai dengan fakta di lapangan. minyak goreng ini tidak bertahan lama di pasaran dalam 2 bulan terakhir terjadi kembali kelangkaan Minyakita di masyarakat. Harga minyak goreng ini banyak ditemukan tidak sesuai dengan Harga Eceran tertinggi yang sudah ditetapkan, harga eceran rata-rata nasional minyakita per 31 Januari telah mencapai 14.900 rupiah per liter. Hal ini sangat jelas bahwa terjadi masalah dengan minyakita yang ada di pasaran.

Dalam kasus ini negara dilema dengan pilihan-pilihan kebijakan karena negara terhadap pembangunan industri kelapa sawit yakni antara pembangunan industri perdagangan dan isu-isu tentang lingkungan hidup dan keberpihakan kebijakan kepada hak-hak masyarakat. Ada beberapa pilihan kebijakan yang bisa digunakan untuk tetap menjaga kestabilan stok dan harga minyak goreng kota di pasaran. Yang pertama, melakukan pengawasan dan pembangunan industri kelapa sawit yang berkelanjutan. Yang Kedua, Diperlukan instrumen kebijakan yang mampu memproteksi pasar agar tidak tidak menimbulkan masalah dan juga melibatkan masyarakat dalam membuatnya. Yang ketiga, proses distribusi yang sehat dan terjangkau oleh banyak orang.

Melihat terjadinya kelangkaan minyak goreng yang kembali terjadi di Indonesia masih banyak pekerjaan rumah bagi pemerintah pusat dan juga DPR sebagai pemangku kebijakan agar bisa melihat dan membuat sebuah kebijakan yang progresif dan merakyat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun